Lihat ke Halaman Asli

Rifan Nazhip

Menebus bait

Balada Mabuk Darat

Diperbarui: 24 Maret 2021   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

selasar waktu
ibu menggarami duka dari percik air mata
hujan menggenapkan raung jiwa
ketika ayah mencekik dunia dalam sebotol
kamput
kulihat liur ayah adalah sebangsa ragi

apakah fermentasi telah berhasil membusukkan
akal sehatnya?

kami telah kehilangan penyangga jiwa
penjaga marwah seorang bunda
susah-payah menggelut asap dapur dan litak daki
dia ingin memberikan rasa cinta
tak hirau ranum muntahan mewarnai dinding

apakah ayah masih setia menidurkan mimpi
sehat jiwanya?

janin masa mengajari kacau menceracau
setitik kulminasi belati yang membeli darah amarah
haruskan ditukar segeladak duka

ibu menggaris rasa dengan adonan kalis
ayah memutus asa dan membantatkan cerita
aroma kue menggosong
saat aku tahu ayah dibunuh mimpinya
pada belati kutoreh rasa mabuk
tak ada serapah di sini

hari berlalu tak ada orang mabuk
ketika ibu meraih rindunya di tanganku
aku menemukan ibu masih di selasar
hujan dia garami di balik terali

dia berbisik, "jangan jadi pemabuk, nak!"
"jadi pembunuh, biarlah ibu."

hujan mengggenapkan perintah
waktu berkunjung sudah usai
lonceng berbunyi di pinggir kesunyian
aku malu

Plg, 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline