hujan turun lagi, di lorong depan butiran langit terdiam tanpa teman, anak-anak melihatnya dari terali jendela, ribuan tangan melambai, saatnya mandi hujan, bukankah hujan tak pernah berkisah kesedihan? dia tetaplah berkah, menumbuhkan jiwa kering pada basah sorak-sorai, mengajar tarian bebas tanpa teori, kapankah hujan itu menjelma girang?
larilah, Nak, hujan tak mengajarimu mengurung diri, saatnya bertelanjang dada menunjukkan semangat, sejenak lupakan wabah, setelah selama ini melihat jejalan mimpi tak terbeli, dan yakinlah hujan tak pernah mengingkari janji untuk tetap menjadi berkah bagi seisi bumi.
segelas kopi di teras depan, sepinggan ubi rebus menyimpan panas, istri bergaun merah jambu selepas keramas, mata-mata mungil itu mengharap, aku tak ingin membuat mereka kecewa.
pergilah, Nak, hujan dari langit tak pernah memberikan desah, aku pun tak ingin dia tumbuh di matamu. rebutlah kembali masa kecil dengan canda dan tawa irama hujan.
Plg, 1104
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H