Right or wrong, is my country. If right, keep it right. If wrong, set it right - Carl Schurz
Pernyataan yang pernah diucapkan oleh Carl Schurz tersebut dikutip oleh Bapak Wiranto, salah seorang tokoh nasional yang telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden Republik Indonesia, pada saat melakukan diskusi dengan para blogger di Hotel All Season, Sabtu, 9 November 2013. Menurut Pak Wiranto, para pemimpin di negeri ini -baik di tingkat kelurahan, kota, propinsi, maupun negara- setidaknya harus memiliki tiga hal yang menjadi modal: merasa ikut memiliki negeri; ikut membela negeri; serta harus berani mengoreksi diri, dan mengoreksi negara jika (negara) salah. Hal ini lah yang menjadi salah satu latar belakang penggerak bagi Pak Wiranto untuk (kembali) mencalonkan diri sebagai presiden Republik Indonesia. Selain merasa ikut memiliki negeri dan terus melanjutkan perjuangannya untuk terus membela Indonesia, Pak Wiranto merasa tidak bisa diam ketika melihat ada yang salah dengan kondisi negara ini. Seperti kata-kata Carl Schurz yang telah ditulis sebelumnya, "if it wrong, set it right".
[caption id="attachment_291122" align="aligncenter" width="300" caption="Kompasiana Monthly Discussion bersama Wiranto"][/caption]
Apa yang salah dengan bangsa ini? "Indonesia sudah 68 tahun merdeka, namun perubahan di negara ini (dalam hal positif) dari waktu ke waktu berjalan dengan lambat." demikian ujar Pak Wiranto. Sebagai pemerkuat pernyataannya, beliau juga membandingkan kondisi Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang usianya lebih muda namun sudah jauh mengungguli Indonesia.
"Indonesia harus berubah, harus ada perubahan di negeri ini, dan the leader is the key," begitu kira-kira kata-kata yang diucapkan oleh Pak Wiranto yang kemudian dilanjutkan dengan mengutip pernyataan akademisi Indonesia, Rhenald Khasali, "the change is the responsible of the leader". Perubahan adalah tanggung jawab pemimpin, dan hal itu, menurut Pak Wiranto, hanya terjadi jika pemimpinnya kuat.
Mengenai kriteria pemimpin, Pak Wiranto menyatakan terdapat prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yang beliau rumuskan menjadi sebuah konsep yang disebut STMJ. S pada konsep STMJ mengacu pada kata SADAR, yang berarti pemimpin harus menyadari bahwa memimpin adalah amanat dari Tuhan dan merupakan mandat dari rakyat. T merujuk pada TAHU, yang dimaksudkan bahwa pemimpin harus mengetahui masalah yang dihadapi serta harus mengetahui pula solusinya. M berarti MAMPU dan MAHU, yang menerangkan bahwa pemimpin harus mau melakukan berbagai tindakan dan solusi yang bermanfaat bagi rakyat. Terakhir, J merujuk pada JAMIN, yang mengandung pengertian pemimpin harus menjamin bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin yang dekat dan peduli dengan rakyat serta tidak akan berubah (menjadi jauh dengan rakyat) ketika menjadi penguasa. Pak Wiranto yakin, pemimpin yang memiliki prinsip STMJ akan mampu melakukan perubahan di negeri ini.
Lantas, perubahan seperti apa yang dimaksud oleh Pak Wiranto untuk negeri ini?
Dalam pemaparannya saat diskusi, Bapak Wiranto berjanji jika beliau menjadi pemimpin negeri ini, setidaknya ada sepuluh perubahan kondisi bangsa yang akan beliau dorong:
- Dari impor pangan ke swa sembada pangan;
- Dari penjarahan SDA menuju SDA untuk rakyat;
- Dari negara konsumen ke produsen;
- Dari human resources menuju human capital;
- Dari budaya korup ke bersih;
- Dari semrawut konstitusi/hukum ke tertib konstitusi/hukum;
- Dari masyarakat kurang terdidik menjadi cerdas;
- Dari masyarakat sakit menjadi sehat;
- Dari posisi dilecehkan menjadi posisi disegani;
- Dari pembesar/penguasa ke pemimpin rakyat.
Hal yang cukup menarik bagi saya saat Pak Wiranto menjelaskan pemaparannya mengenai perubahan ini ialah komitmennya untuk merubah masyarakat Indonesia yang semula bergantung pada sumber daya alam, menjadi negara yang menguasai informasi dan IPTEK. Hal ini, menurut Pak Wiranto, berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi bangsa kita yang saat ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa, namun masih terbilang miskin dan tertinggal oleh negara lain yang lebih kecil dan tidak memiliki sumber daya alam, seperti Singapura dan Taiwan. Pak Wiranto berpandangan kemajuan Singapura atau Taiwan dikarenakan negara tersebut adalah negara informasi, negara yang asetnya terutama pada sumber daya manusianya. Untuk mewujudkan hal tersebut di Indonesia, Pak Wiranto mengagendakan perubahan dari negara konsumen ke produsen, serta dari human resources menuju human capital.
Pandangan Pak Wiranto dalam hal tersebut, senada dengan pemikiran dari seorang ahli ekonomi, Paul Romer, melalui New Growth Theory. Romer, dalam New Growth Theory, menganalisa tentang pergeseran tema dominan serta isu utama yang menjadikan suatu daerah/negara menjadi kekuatan ekonomi, dari periode ke periode. Romer menjelaskan bahwa dahulu, sampai dengan tahun 1700 M, daerah/negara yang kaya ialah daerah/negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti hasil tambang, hasil hutan, dan lain sebagainya. Sejak tahun 1700 hingga 1950, telah terjadi pergeseran bahwa daerah/negara yang kaya ialah daerah/negara yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang tinggi, serta memiliki sistem pendidikan yang baik. Hal ini kemudian juga bergeser lagi, setelah tahun 1950, menurut Romer daerah/negara yang kaya ialah daerah/negara yang memiliki inovasi tinggi dan menguasai informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dari pemikiran Romer tersebut, kita dapat melihat bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa adalah negara yang kaya, jika kita melihat dari perspektif di tahun sebelum 1700 M. Namun hal itu dapat dikatakan sudah tidak bisa berlaku saat ini. Saat ini kita bisa melihat banyak negara-negara lain yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam namun memiliki perekonomian yang kuat dan jauh lebih maju ketimbang Indonesia. Hal ini tak terlepas karena mereka memiliki sumber daya manusia yang bagus yang kemudian dapat melakukan berbagai inovasi dan pengembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Melihat hal ini, kita memang sudah tidak bisa lagi terleha-leha pada kekayaan alam yang kita punya. Tanpa sumber daya manusia yang berkualitas baik dan mencintai negaranya, sumber daya alam yang kita miliki tak dapat kita nikmati dan tidak membuat kita kaya, sebaliknya, justru membuat negara lain yang menguasai informasi menjadi semakin kaya.