Lihat ke Halaman Asli

Rifa Mahira

Mahasiswa

Pola Asuh Otoriter? Kenali Dampaknya terhadap Pemecahan Masalah pada Remaja

Diperbarui: 29 November 2024   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Remaja merupakan fase peralihan dalam rentang kehidupan manusia yang ditandai dengan perubahan besar, baik secara fisik, hormonal, maupun psikologis, yang membentuk kepribadian menuju kematangan. Menurut WHO dalam Kemenkes (2012), rentang usia remaja adalah 10-19 tahun, sementara Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014 menetapkan rentang 10-18 tahun. Sebagai generasi penerus bangsa, remaja diharapkan berkembang secara spiritual, karakter, sosial, emosi, dan akademik, serta memiliki kompetensi sesuai minat dan bakatnya untuk menjadi pemimpin masa depan yang berkualitas. Namun, berbagai masalah seperti kenakalan remaja dan kurangnya kemampuan pemecahan masalah menjadi tantangan yang kerap dihadapi dalam masa perkembangan ini.

Salah satu faktor penting dalam pembentukan karakter remaja adalah pola pengasuhan orang tua. Pola asuh otoriter sering kali berdampak negatif terhadap perkembangan karakter remaja. Menurut Ayun (2017), pengasuhan otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah karena adanya hukuman keras dan aturan yang sangat membatasi. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) (2021) menunjukkan bahwa 4% anak di Indonesia pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak, dan tiga dari 10 anak laki-laki serta empat dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Perlakuan keras ini berpengaruh buruk pada kualitas karakter remaja, termasuk kemampuan mereka dalam mengatasi masalah.

Proses pembentukan karakter dimulai dari keluarga, sebagaimana dijelaskan oleh Prasanti dan Fitriani (2018), yang menyebutkan bahwa orang tua merupakan jembatan awal dalam membentuk karakter anak. Orang tua idealnya menciptakan lingkungan positif untuk mendukung perkembangan karakter anak. Namun, pengasuhan yang bersifat menuntut sering kali menyebabkan buruknya komunikasi antara orang tua dan anak, yang menurut Wu et al. (2020), menjadi salah satu faktor risiko keterlambatan perkembangan anak.

Kemampuan memecahkan masalah adalah aspek penting dalam perkembangan remaja, yang sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, komunikasi interpersonal, dan keterbukaan diri. Pola asuh otoriter dapat menghambat perkembangan ini karena kurangnya komunikasi yang berkualitas, pembatasan emosi, dan rendahnya keterbukaan antara orang tua dan anak. Hal ini berpotensi menurunkan kemampuan remaja dalam menghadapi tantangan hidup, memengaruhi hubungan interpersonal, dan membatasi fleksibilitas serta kepercayaan diri mereka dalam menyelesaikan masalah.

Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam mendukung remaja bereksplorasi, mengungkapkan perasaan, dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Pendekatan pengasuhan yang hangat dan terbuka dapat meningkatkan kualitas komunikasi orang tua-anak, sehingga remaja merasa didukung dalam menghadapi kesulitan. Orang tua juga perlu menghindari pola asuh otoriter karena dampak negatifnya terhadap perkembangan anak, terutama dalam kemampuan memecahkan masalah, sehingga remaja dapat tumbuh menjadi individu yang lebih tangguh dan adaptif di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline