Lihat ke Halaman Asli

Sosiologi Keluarga dan Gender: Antara Keluarga, Masyarakat dan Beban Ekspektasi Gender

Diperbarui: 10 Februari 2022   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui, dalam kehidupan bermasyarakat selalu saja berkaitan dengan sebuah interaksi antar individu maupun kelompok, dan kita juga mengetahui bahwa lingkungan interaksi terkecil yang ada di masyarakat. Dalam keluarga, biasanya kita melihat pembagian peran yang sudah di anggap menjadi hal yang lumrah, seperti ayah bekerja dan ibu memasak, ini di sebut dengan pelekatan sebuah perilaku kolektif yang membedakan perempuan dan laki-laki akibat dari budaya yang berkembang. Padahal kita tahu bahwa bukan hanya ayah yang bisa bekerja maupun ibu yang dapat memasak.

Istilah gender sudah tidak asing lagi di telinga kita. Konsep gender jika di tinjau secara biologis merupakan sebuah klasifikasi jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, sementara itu gender yang sebenarnya merupakan sebuah konstruksi social yang terbentuk baik dari budaya maupun social masyarakat lalu di lekatkan baik pada laki laki maupun perempuan

Sigmund Freud menjelaskan bahwa sosiologi keluarga merupakan cabang ilmu yang mempelajari mengenai terbentuknya keluarga karena adanya perkawinan pria dan wanita yang secara sah di mata hukum agama serta negara memlakukan peranannya untuk pembentukan generasi dengan perkawinan, dan Gender menurut Jary dan Jary, dalam Dictionary of Sociology para sosiolog dan psikolog menggangas bahwa gender lebih diartikan ke dalam pembagian "masculine" dan "feminine" melalui atribut yang melekat secara sosial dan psikologi sosial.

Dalam sosiologi keluarga dan gender harus lebih jauh di pelajari karena memiliki urgensi yang cukup rumit, hal ini berkaitan dengan konstruksi yang sudah mengakar di masyarakat terkait peranan laki-laki dan perempuan. Merubah sebuah kebiasaan yang sudah di anggap lumrah bukan merupakan hal yang mudah, namun tetap bisa berubah seiring perkembangan waktu, dengan demikian kita bisa merasakan manfaatnya bagi kehidupan, seperti misalnya pemberian label gender melalui warna pada laki-laki yang di identikan dengan biru dan perempuan dengan warna merah mudanya, sudah mulai luntur. Banyak laki laki yang menganggap merah muda hanya bagian dari warna saja, bukan menyimbolkan bentuk ke-feminin-an seseorang, begitupun sebaliknya, warna biru bukan sebuah warna yang terlihat maskulin.

Selain itu juga, manfaat lain dari sosiologi keluarga dan gender ini terkait karir seorang Perempuan. Perempuan yang sudah menikah sudah ter konstruksi di masyarakat dengan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak, dan melayani suami. Namun apakah salah jika seorang Perempuan memilih untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lalu bekerja sebagai Wanita karir? Mungkin ini bukan hal yang aneh bagi Sebagian masyarakat di perkotaan,namun jika hal ini terjadi di sebuah pedesaan maupun daerah-daerah, hal ini akan menjadi sebuah cibiran yang pedas, pun jika mereka di tetap ingin menjadi Wanita karir, dia masih di bebankan oleh pekerjaan-pekerjaan yang sudah di konstruksikan terhadap perempuan, mencuci, mengurus anak dan lain sebaginya. Seolah perempuan ini memiliki beban ganda, padahal seperti yang kita ketahui bahwa oekerjaan rumah maupun mengurus buah hati adalah tugas dari orang tua, bukan hanya ibu saja. Seorang ayah juga sangat di perlukan perannya dalam membantu tumbuh dan berkembangnya seorang anak.

Dengan demikian cabang ilmu sosiologi dan gender bukan hanya perihal hadirnya di masyarakat masculine dan feminime, tapi juga sedikit demi sedikit merubah konstruksi social di masyarakat yang di rasa memiliki beban lebih bagi salah satu pihak, karena semua kontruksi ini terbentuk karena adanya sebuah budaya. Dan perlu kita ingat juga, bahwa budaya tidak membentuk manusia, namun manusialah yang membentuk budaya. Yang bermasalah dalam gender di kehidupan masyarakat ini adalah menentukan bagaimana kita seharusnya dan siapa kita sebenarnya. Mungkin kehidupan masyarakat akan lebih nyaman jika kita tidak di bebankan oleh sebuah ekspetasi gender. Oleh sebab itu cabang ilmu ini bukan hanya untuk di pelajari namun juga untuk di implementasikan di kehidupan bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline