Hadirnya teknologi komunikasi dan informasi yang semakin maju, membuat media sosial saat ini menjadi sangat digandrungi oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Informasi menyebar dengan sangat mudah disertai munculnya wajah baru yang berperan sebagai konten kreator. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya trending topik suatu fenomena yang belakangan ini terjadi. Viralnya fenomena SCBD atau yang sering disebut dengan istilah “Citayam Fashion Week”. Berawal dari aksi remaja yang berkumpul hanya untuk sekedar nongkrong dan mencari hiburan di sekitar Sudirman, Jakarta Pusat.
Menyinggung terkait SCBD, sebenarnya merupakan kepanjangan dari Sudirman Central Business District. Kawasan tersebut tergolong sebagai kawasan bisnis elit yang dicirikan dengan banyaknya gedung pencakar langit. Biasanya kawasan ini didominasi oleh para pekerja kantoran dengan tampilan yang modis. Tetapi, akhir-akhir ini kawasan tersebut dipenuhi oleh para remaja yang berasal dari pinggiran Kota Jakarta, seperti Citayam, Bojong Gede, dan Depok. Alhasil dengan keadaan tersebut menciptakan kepanjangan baru dari SCBD, yaitu Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok.
Bukan hanya sekedar nongkrong dan mencari hiburan, kumpulan remaja tersebut diketahui menggunakan gaya fashion yang nyentrik dan kekinian yang berhasil mencuri perhatian masyarakat. Tak jarang dari mereka berlomba-lomba untuk memberikan gaya fashion paling keren dari yang lainnya. Mereka juga berlakon layaknya model catwalk yang dilakukan diatas zebra cross. Hal itulah yang memunculkan adanya fenomena Citayam Fashion Week.
Terkait fenomena ini, pakar sosiolog dari Universitas Sebelas Maret memberikan pendapatnya bahwa fenomena tersebut terjadi berdasarkan keinginan dari diri mereka untuk menunjukkan ekspresi dan eksistensinya melalui trend fashion, juga sebagai generasi muda yang up to date dan mengikuti perkembangan zaman bukan generasi yang marginal dan tertinggal. Selain mengikuti trend fashion yang kekinian, mereka juga eksis di media sosial. Hal ini menunjukkan adanya selebriti dadakan di kalangan remaja, seperti Jeje, Bonge, Kurma, dan Roy.
Adanya kerumunan dalam fenomena ini, tentu menjadi daya tarik bagi penjual makanan dan minuman keliling. Sehingga mereka berdatangan ke kawasan Sudirman, hal ini memicu kenaikan jumlah sampah akibat limbah plastik dari kemasan makanan dan minuman. Apalagi masih banyak masyarakat yang abai dalam pemilahan dan pembuangan sampah. Sehingga kawasan tersebut menjadi kumuh dan mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat sampah.
Tentunya, fenomena seperti ini harus disikapi dengan bijak oleh masyarakat maupun pemerintah setempat sebagai pengayom yang seharusnya mampu mewadahi kreatifitas remaja dengan baik. Karena bagaimanapun kreatifitas remaja menjadi potensi yang baik apabila diarahkan kepada hal yang positif, terutama dalam masalah pendidikan dan karakter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H