Seperti yang kita tahu, eskalasi politik dunia internasional telah mendorong berbagai negara untuk melakukan perkuatan militer. Tidak terkecuali Jepang, negara yang saat ini sedang bersitegang dengan dua tetangga dekatnya yakni Tiongkok dan Korea Utara. Eskalasi geo-politik di kawasan asia timur ini telah memaksa Jepang keluar dari zona nyaman kebijakan "Anti Perang"nya.
Padahal, Seperti yang kita tahu bahwa Jepang memiliki sejarah kelam dengan paham fasisme dan militerisme yang berkembang pesat pada abad ke-20. Paham Militerisme yang kuat ini juga yang akhirnya menyebabkan jepang nyaris hancur setelah mengalami kekalahan besar dalam perang pasifik 7 dekade silam.
Namun, terlepas dari sejarah kelam tersebut Jepang tampaknya memang diharuskan untuk membangkitkan kekuatan militernya pasca berkonflik dengan Tiongkok dan Korea Utara yang akhir-akhir ini memang sering tampak melakukan tindakan provokatif pada area ZEE di lepas pantai Jepang.
Tindakan-tindakan provokatif dari 2 negara tetangganya itu telah memotivasi Jepang untuk memperkuat militernya terutama di bidang maritim. Bahkan, beberapa tahun terakhir Jepang benar-benar mulai terang-terangan memperlihatkan kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada penguatan Angkatan Laut Beladiri Jepang.
Diantara kebijakan-kebijakan tersebut ialah rencana penghapusan artikel 9 dari Dasar Negara Jepang, juga peningkatan dana pertahanan dari tahun ke tahun. Salah satu bentuk pengaplikasian dana pertahanan Jepang di bidang maritim yang paling mencolok ialah konversi 2 Kapal Perusak "Multi-misi" dari kelas "Izumo" menjadi Kapal Induk yang nantinya dapat menampung pesawat STOVL F-35B yang mereka beli dari Amerika Serikat.
Selain itu Jepang juga akan menambah kekuatan kapal selamnya dari 16 unit menjadi 22 unit, 7 diantaranya merupakan kapal selam serang revolusioner berbahan bakar lithium dari kelas "Taigei". Jepang juga dikabarkan akan terus memperbanyak armada kapal permukaannya dengan membangun total hingga 22 unit fregat kelas "Mogami" kedepannya.
Terakhir yang tak kalah mengejutkan, akhir-akhir ini Jepang juga dikabarkan berencana untuk membangun 2 kapal Perusak Super besar (Super Destroyer) tahun depan. Rencananya, Pendanaan untuk pembangunan kedua kapal ini akan dimasukkan pada Rencana pendanaan strategis Kementrian pertahanan Jepang untuk tahun fiskal 2023. Menurut informasi, kedua kapal perusak super ini masing-masing akan berbobot 20.000 ton, memiliki panjang hingga 210 meter, dan mampu berlayar selama 3 bulan tanpa perlu mengisi perbekalan.
Kedua kapal ini rencananya akan mengambil peran sebagai platform "anti rudal balistik antar benua mengapung" milik Jepang. Kedua kapal ini akan mengusung persenjataan anti rudal balistik, rudal anti kapal, rudal anti pesawat, dan juga torpedo untuk menghadapi ancaman perang dari segala dimensi. Disamping itu, Jepang juga berencana menyematkan radar SPY-7 yang merupakan radar pelacak rudal balistik terbaru besutan Lockheed martin.