Kenaikan pajak, inflasi dan daya beli adalah merupakan tiga isu yang sangat relevan dalam konteks perekonomian Indonesia saat ini. Apakah pajak memiliki dampak langsung pada inflasi, dan sejauh mana inflasi tersebut memengaruhi daya beli Masyarakat? Untuk memahami hal ini, kita perlu menggali lebih dalam mengenai hubungan antara ketiganya.
Pemerintah menggunakan pajak sebagai sumber pendanaan utama untuk mendukung inisiatif Pembangunan nasional, dan pajak adalah indicator utama finansial negara. Terdapat beberapa cara untuk menaikan pajak, termasuk menaikan nilai PPN, menaikan tarif pajak penghasilan, atau menaikkan pajak atas barang dan jasa tertentu.
Menaikkan pajak bukanlah pilihan yang mudah termasuk kekhawatiran akan dampak buruk kebijakan ini terhadap perekonomian, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah. Harga barang dan jasa pasti akan naik sebagai respons terhadap kenaikan pajak karena produsen dan pedagang sering kali menekankan biaya tersebut kepada pelanggan. Akibatnya, inflasi meningkat yang berdampak pada daya beli Masyarakat.
Inflasi tidak terlihat secara fisik, tetapi inflasi adalah fenomena yang tak terhindarkan yang sering menjadi masalah serius, inflasi secara bertahap dapat mengurangi daya beli kita. Sebuah fenomena yang berdampak pada setiap bagain dari kehidupan kita, mulai dari makanan yang kita makan hingga uang yang kita tabung untuk masa depan. Inflasi lebih dari sekedar angka yang muncul di berita ekonomi.
Kenaikan harga secara umum yang berlangsung terus-menerus dari waktu ke waktu di sebut inflasi. Menurut definisi ini, kenaikan harga secara umum terjadi Ketika harga sebgaian besar barang dan jasa naik, bukan hanya beberapa barang tertentu (Saefulloh et al., 2023). Indeks Harga Konsumen (IHK) melacak perubahan harga-harga dari barang dan jasa yang sering dibeli oleh Masyarakat umum yang digunakan untuk mengukur inflasi.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% adalah salah satu isu saat ini. Menurut sebuah simulasi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 dapat meningkatkan inflasi atau harga barang dan jasa. Di sisi lain, inflasi diperkirakan masih terkendali, dengan kenaikan tahunan sekitar 0,3%. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, seperti kenaikan PPN tahun 2022 dari 10% menjadi 11%, yang menyebabkan inflasi naik dengan cepat dari 3,47% menjadi 4,94%, meskipun diperkirakan masih dapat dikendalikan dan dampaknya minimal (Agnes, 2024).
Menurut laporan dari Center of Economics and Low Studies (celios), kenaikan PPN ini berpotensi memperberat daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Harga-harga barang dan jasa yang lebih tinggi akan muncul akibat kenaikan tarif PPN dan akan meningkatkan inflasi. Selain pajak, sejumlah faktor lain termasuk permintaan yang melebihi penawaran, peningkatan biaya produksi, jumlah uang yang beredar, dan suku bunga, berkontribusi pada kenaikan harga yang mengakibatkan inflasi.
Kemampuan masyarakat umum untuk membeli barang atau jasa yang diperlukan dikenal sebagai daya beli. Daya beli diartikan sebgai kapasitas kita untuk membeli barang dan jasa. Sangat penting bagi kita untuk memahami hubungan antara inflasi dan daya beli, meskipun tidak sesederhana yang kita bayangkan. Masyarakat harus membayar lebih untuk kebutuhan sehari-hari karena harga barang meningkat. Contohnya, sebuah barang yang dulunya seharga Rp 200.000 sekarang akan menjadi Rp 210.000 jika inflasi tahunan mencapai 7%. Hal ini menyiratkan bahwa kita tidak dapat membeli barang yang sama dengan uang Rp.200.000 seperti sebelumnya. Bahan Bakar Minyak (BBM) dan bahan pangan adalah beberapa barang yang daya belinya menurun akibat inflasi. Selain itu, inflasi juga berdampak pada masyarakat dengan meningkatkan pengangguran, menurunkan investasi, meningkatkan ketimpangan, dan menurunkan standar hidup.
Suatu barang atau produk dan daya beli sangat erat kaitannya, jika harga suatu barang atau jasa lebih murah maka daya beli masyarakat akan meningkat sebagai respons terhadap penurunan harga barang atau produk, begitupun sebaliknya (Nurkhanifah & Arifin, 2023). Ketika inflasi terjadi, nilai uang kita berkurang, artinya, uang yang sama tidak lagi dapat membeli sebanyak sebelumnya. Kita harus menghadapi kenyataan yang tidak menyenangkan ini. Oleh karena itu, daya beli cenderung menurun saat inflasi terjadi. jika harga kebutuhan sehari-hari terus naik sementara pendapatan tetap sama, Masyarakat dapat merasa semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Meningkatnya biaya kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan bahan bakar adalah salah satu efek paling nyata dari inflasi. Rumah tangga berpenghasilan rendah, yang pendapatannya terutama ditujukan untuk kebutuhan dasar, sangat terpengaruh oleh kenaikan harga ini. Daya beli mereka akan semakin memburuk jika harga-harga kebutuhan pokok meningkat tanpa diiringi dengan peningkatan pendapatan. Tingkat harga dan inflasi sangat identik, ketika harga meningkat, lebih sedikit orang yang memutuskan untuk membeli produk dan jasa. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika inflasi meningkat, daya beli masyarakat akan menurun dan mereka cenderung akan mengurangi pembelian (Sari & Nurjannah, 2023).
Kenaikan harga secara berkala berpotensi menurunkan daya beli konsumen, yang dapat menyebabkan mereka mengubah prioritas dan pola konsumsi. Inflasi juga memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat umum melalui distribusi pendapatan yang memburuk, penurunan tingkat kesejahteraan, dan gangguan terhadap stabilitas ekonomi (Suhardi & Tambunan, 2022). Oleh karena itu, menjaga stabilitas daya beli masyarakat membutuhkan tingkat inflasi yang konsisten.