1 Pendahuluan
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan kegiatan metrologi legal berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara adalah keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Kementerian Perdagangan mencatat kendala terbesar dalam peningkatan kinerja pelayanan tera dan tera ulang serta pengawasan di bidang metrologi legal di daerah berada pada penataan tata laksana pelayanan dengan aspek anggaran dan SDM menjadi faktor utama penghambat kinerja pelayanan serta pengawasan di bidang metrologi legal.
Hingga Juni 2021 telah terbentuk 405 Unit Metrologi Legal dari 509 target dengan jumlah SDM Penera sebanyak 1.373 orang. Data Kementerian Perdagangan 2020 memperkirakan terdapat 10.548 pasar di seluruh Indonesia dengan jumlah pedagang sebanyak 1.435.090 orang pedagang yang berpotensi menggunakan alat ukur, alat takar, alat timbang, dan alat perlengkapan dalam bertransaksi perdagangan. Namun jumlah ini masih belum termasuk alat ukur yang sifatnya massal seperti meter listrik, meter air, dan meter gas yang digunakan di rumah tangga yang diperkirakan jumlah pertahun yang harus ditera ulang sebanyak lebih dari 3 juta unit.
Kondisi ini tentunya memberikan sebuah tantangan tidak hanya dari sisi regulasi dan kelembagaan tetapi juga dari sisi tata laksana organisasi penyelenggara pelayanan publik. Bagaimana tata kelola pelayanan publik di bidang metrologi baik di pusat maupun di daerah dapat mendorong kinerja dalam dalam rangka percepatan tertib ukur.
Penyelenggaraan pelayanan tera dan tera ulang, penguatan pengawasan di bidang metrologi legal, edukasi dalam rangka peningkatan kepatuhan pelaku usaha untuk meneraulangkan alat ukur, alat takar, alat timbang, dan alat perlengkapan yang digunakan untuk berdagang, serta peningkatan pemahaman masyarakat konsumen di bidang metrologi legal yang masih dalam taraf cukup, menjadi salah satu komponen dalam perwujudan reformasi birokrasi penyelenggaraan pelayanan publik di bidang metrologi legal untuk melindungi kepentingan konsumen yang pada digilirannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan daya beli konsumen yang didukung dengan kepercayaan terhadap ukuran, takaran, dan timbangan dalam bertransaksi.
2 Tata Kelola Pelayanan Publik
Penyelenggaraan reformasi birokrasi pada penyelenggara pelayanan publik baik di pusat maupun di daerah sebagaimana tercantum dalam Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010 -- 2015 telah memasuki tahap ketiga. Pada tahap ketiga ini diharapkan penyelenggara pelayanan publik dapat mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang bersih, akuntabel, dan berkinerja tinggi dan tentunya berkualitas.
Pembangunan pelayanan publik yang prima yang digambarkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik diarahkan pada pembangunan integritas melalui berbagai perubahan dan perbaikan yang terencana, massif, komprehensif, dan sistematis. Pembangunan integritas termasuk di dalamnya pembangunan sistem, pembangunan manusia dan juga pembangunan budaya.
Pembangunan Zona Integritas dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu langkah yang dibangun berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 sebagai perubahan dari Permenpan RB Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM).
Tujuan utama dalam pembangunan ZI adalah untuk pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Dalam konteks teknis, pembangunan tata kelola penyelenggaraan pelayanan publik di bidang metrologi legal khususnya bagi pemerintah daerah telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 115 Tahun 2018 tentang Unit Metrologi Legal.