Lihat ke Halaman Asli

"Kang Ujang" dan "Ceu Ati", Strategi dan Dampak Nyata Tertib Ukur bagi Slogan 75 tahun Indonesia Maju

Diperbarui: 15 September 2020   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang ukuran, takaran, dan timbangan, terutama dalam hal kebenaran hasil pengukuran alat ukur masih rendah. Kepedulian terhadap ukuran, takaran, dan timbangan pada saat berbelanja memang masih belum menjadi prioritas bagi konsumen. 

Bagi konsumen, ketika dihadapkan pada komoditas yang sama dengan harga yang berbeda-beda, yang dipilih komoditas dengan harga termurah. Padahal sejatinya, bisa jadi ukuran, takaran dan timbangan komoditas menjadi permainan sehingga harga menjadi lebih murah.

Sementara bagi pelaku usaha, mereka masih harus memikirkan keuntungan yang diperoleh mengingat mereka pun membeli komoditas untuk dijual dengan harga yang tidak sedikit lebih murah dari yang mereka jual. Mereka pun bisa menjadi korban atas penyalahgunaan ukuran, takaran, dan timbangan itu sendiri ketika melakukan transaksi bisnis (bussiness to bussiness).

Di masa pandemi COVID-19 dimana ekonomi semakin sulit, penyalahgunaan ukuran, takaran, dan timbangan memiliki potensi yang besar terjadi untuk sekedar bertahan hidup.

Kerugian dari kesalahan pengukuran 0,5% lebih besar dibandingkan nilai investasi pembangunan tol trans sumatera

Dampak dari penyalahgunaan alat ukur, takar, dan timbang cukup siginifikan yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Terlebih apabila ditarik ke dalam perhitungan pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari belanja konsumsi masyarakat. 

Bila diasumsikan terdapat kesalahan pengukuran sebesar 0,5% dalam satu kali transaksi perdagangan di pasar, maka bisa diperkirakan secara nasional kerugian yang dialami oleh konsumen mencapai Rp 3,378 triliun per hari atau Rp 1 232,8 triliun per tahun untuk satu komoditas. Nilai kerugian ini setara dengan 7,7% PDB Indonesia.

Nilai ekonomis kesalahan pengukuran sebesar 0,5% di pasar bisa lebih besar daripada nilai investasi untuk pembangunan jalan tol trans sumatera. Tidak hanya konsumen, Negara bisa saja menjadi korban dari penyalahgunaan alat ukur, takar, dan timbang seperti potensi losses dari transaksi perdagangan internasional, pemungutan pajak, dan lain-lain. Bahkan kerugian secara tidak langsung dari ketidakakuratan pengukuran berdampak pada peningkatan mutu produk nasional.

Pemerintah selama 3 tahun terakhir mendorong 322 Unit Metrologi Legal yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dan akan terus bertambah, beroperasi untuk memberikan pelayanan tera dan tera ulang hingga ke pelosok daerah untuk mengurangi penyalahgunaan alat ukur yang dapat menimbulkan ketidaksesuaian ukuran, takaran dan timbangan. Sebuah resiko yang dapat diterima konsumen ataupun pelaku usaha/pengguna alat ukur itu sendiri. Namun upaya tersebut belum cukup.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Harus Menerapkan Cara Kerja Baru

Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dengan inovatifnya, membentuk Ceu Ati yang memiliki akronim Cek Ukur Akurasi Timbangan. Ceu Ati ini merupakan upaya pemberdayaan kaum ibu-ibu dalam komunitas PKK. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline