Minggu, 8 Juli 2012, Victoria Park, Hong Kong.Perayaan Agustusan/tujuhbelasan di bulan Juli yang digawangi oleh KJRI-Hong Kong hari itu gebyar dan megahnya seperti perayaan tujuhbelasan pada tahun-tahun yang lalu. Dengan merangkul beberapa Usaha Kecil Menengah (UKM), instansi perbankan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPT P3TKI) Surabaya, perayaan tujuhbelasan yang rencananya diharapkan bisa berguna dan dimanfaatkan oleh TKW-HK itu kemudian melenceng menjadi hari belanja baju batik dan berteriak bersama. Victoria Park dipenuhi dengan stan tenda-tenda UKM yang menjajakan barang-barang buatannya. Baju batik digantung di beberapa tenda dengan price tag (yang malah jauh lebih mahal dari rata-rata harga baju di Hong Kong). Ada pula instansi bank yang menawarkan bisnis kredit minimarket. Dan di tenda paling besar para penyanyi pada teriak-teriak nyanyi enggak jelas. Sepuluh menit saya berada di depan stan UP3TKI, celingukan, keheranan melihat stan yang kosong penghuni itu. Padahal seharusnya stan tersebut adalah stan yang paling dibutuhkan oleh TKW-HK sehubungan dengan KTKLN. Dengan wajah TKW ndableg yang penuh rasa ingin tahu, saya mengambil kursi kemudian duduk. Oh ya, saat itu saya bersama kawan saya, Yany. Sekian menit setelah kami duduk, seorang ibu yang adalah seorang psikolog dan direktur (PJTKI) PT. Media Hati di Surabaya, Nurul Indah Susanti, yang berada di stan sebelah menghampiri kami. Wanita paruh baya yang cantik ini menjelaskan kepada kami tentang pentingnya KTKLN, cara untuk membuat KTKLN dan segala hal yang sehubungan dengan KTKLN. Sambil bertanya-tanya dari A hingga Z hingga kembali ke Z lagi, saya mencoba mengolor-olor waktu agar berlama-lama di sana. Kemudian muncullah orang yang saya harapkan datang, Hariyadi Budihardjo, ketua Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPT P3TKI) wilayah Surabaya. Pria tambun ini dengan senyum renyahnya membuka percakapan. "Wah panas sekali," katanya sambil menyeka keringat. "Hari ini saya diberondong pertanyaan bahkan direkam pula, untung tadi saya bertemu pak Abdul Razak (wartawan koran Suara, koran berbahasa Indonesia yang terbit di kalangan TKW-HK). Jadi beliau bilang nanti dia akan membantu menyampaikan (tentang KTKLN) di sini (di HK lewat koran)." "Saya tadi juga sempat berdialog dengan KJRI-HK, sempat berdebat malah. Mereka bilang mau meniadakan asuransi karena di HK sudah ada asuransi. Saya bilang tidak boleh. Kalau mau ya harus bikin surat pernyataan trus ditandatangani," katanya. Sampai di sini saya belum paham benar tentang apa yang dimaksudkan oleh ketua UPT P3TKI tersebut. Kemudian pembicaraan kami berlanjut. "Sosialisasinya sampai ke Hong Kong ya pak," tanyaku. "Sosialisasi apa? KTKLN? Kalau kami sosialisasinya ya cuma di Indonesia," jawabnya. "Jadi masuk di tiap PJTKI gitu ya pak, walah berapa puluh atau ratus PJTKI itu pak," kataku. "Ya bukan. Kalau kami ya sosialisasinya di daerah sama ketua PT, masak suruh masuk PT. Wong kami aja dapet jatah cuma di 5 daerah di tiap tahunnya kok," jawabnya. O gitu," jawabku. "Pak mau tanya," kataku. "Ya, silakan." "Saya khan kemarin buat KTKLN pak, tapi ternyata setelah jadi, nomer passpor yang ada di KTKLN itu tidak sama dengan nomor passpor saya. Itu gimana pak?" tanyaku. "Wah ya enggak bisa begitu," kata pak Hariyadi. "Lha emang begitu pak." "Lhah tapi khan asuransinya ada, datamu sudah masuk," katanya. "Lhah data yang bagaimana kalau nomer passpornya saja salah?" tanyaku. "Kamu asalnya darimana?" "Blora." "PT-mu?" "Sudah tutup pak" "Namamu?" "Sri Lestari" "Lha itu ada informasi kok," katanya sambil terkekeh. Ini orang terpelajar tapi kok bego sekali ya, pikirku. "Pak, yang namanya Sri Lestari itu ratusan, yang orang dari luar Blora dialamatkan Blora juga kemungkinan ada karena pemalsuan identitas itu hal biasa. Bagaimana bapak bisa pastikan kalau ada informasi saya yang adalah saya di KTKLN saya?" sergahku. "Kalau sampek nomer passpornya beda, itu yang salah penerima. Kenapa mau menerima KTKLN yang nomor passpornya beda? Mestinya kamu nunggu di situ sampai nomernya sama." ??? Aku melongo. "Pak, saya membuat KTKLN menjelang lebaran, dan esok harinya kantor BP3TKI tutup. Hari itu sudah pukul 8 malam," kataku. "Ya enggak bisa begitu dong ya yang menerima yang salah, ya harus sesuai nomernya. Ya harus minta yang sesuai. Soalnya KTKLN itu penting untuk pendataan, informasi tentang TKI itu berada di situ," katanya. Rasanya aku pengin melempar batu tepat di mukanya. Betapa orang di depanku ini tidak memahami posisiku, tidak memahami posisi TKW yang sedang diburu waktu menjelang lebaran dan saat cuti. "Jadi bapak menyalahkan saya?" tanyaku. "Iya. Mestinya kamu menuntut mereka untuk membuat KTKLN sampai benar," jawabnya. "Lhah kalau petugas BP3TKI saja sudah memastikan tidak apa-apa?" "Kamu bikinnya di mana?" "Di BP3TKI Semarang," jawabku. "Lhah...di sana," katanya sambil terkekeh. Ini orang sudah terpojokkan dan tidak bisa menghindar, bisanya cuma menyalahkan dan terkekeh saja, pikirku. Mungkin juga dalam pikiran dia, karena dia ketua UPT P3TKI di Surabaya bukan Semarang, setengahnya lelaki bertopi batik ini menertawakan BP3TKI Semarang. OK, lain hal," kataku. "Jadi gimana dong Pak? Di Hong Kong khan sudah ada asuransi, masak harus beli asuransi di Indonesia lagi?" tanyaku. "Bisa pakek asuransi yang di Hong Kong. Yang asli lho ya, itu dibawa ke Indonesia, ditunjukkan, dilampirkan jadi bisa bebas asuransi di Indonesia," jawabnya. "Jadi bapak menjamin kalau kami bisa bebas asuransi?" tanyaku. "Ya asal ditunjukin yang asli. Yang asli lho ya, soalnya kalau fotokopian itu susah," katanya menegaskan. "Padahal banyak yang menggunakan asuransi asli dari HK dibawa ke Indonesia tapi ditolak," kataku. "Siapa yang menolak?" "Pihak asuransi Indonesia," jawabku. "Lha itu khan pihak asuransi bukan petugas (petugas pembuat KTKLN)," jawabnya. "Pak, pihak asuransi selalu didampingi oleh petugas," kataku. "Trus gimana penjelasan bapak? Gimana itu pak?" tanyaku. "Begini jadi kalian harus membuat surat pernyataan bahwa kalian menggunakan asuransi dari HK," katanya. "Jadi pasti bisa ya pak? Bapak menjamin itu ya?" kataku minta ketegasan. "Lho saya tidak bicara begitu lho, saya hanya bilang kalau pakai asuransi di HK itu bisa trus pakek surat pernyataan. Suasana memanas. "Sebentar pak, saya hanya memegang kata-kata bapak. Pertama, bapak bilang bisa memakai asuransi yang dari HK," "Iya tapi harus ada pernyataan, kalau tidak..." sela pak Hariyadi. "Sebentar pak, saya belum selesai. Pertama, bapak bilang bisa memakai asuransi dari HK. Kedua, bapak bilang membuat surat pernyataan. Apakah dua hal ini bisa dipastikan kalau sewaktu kami membuat KTKLN di Indonesia, dengan menunjukkan dua hal ini langsung bisa diproses? Ini sudah ketentuan atau jalan keluar dari sedikit permasalahan menyangkut pembuatan KTKLN?" tanyaku memburu. "Lho saya tidak mengatakan demikian. Ini bukan ketentuan, saya hanya mengatakan bisa memakai asuransi dari HK dengan membuat pernyataan. Karena asuransi dari HK khan meng-cover selama kerja di HK, sedang asuransi dari Indonesia khan meng-cover selama Anda cuti atau berada di Indonesia, perjalanan ke HK dan selama bekerja di HK." jawabnya. "Kami tidak peduli selama kami berada di Indonesia atau perjalanan kami ke HK, kami aman-aman saja. Yang jadi masalah adalah asuransi selama kami bekerja di HK dan bos kami telah membelikan," kataku. "Begini mbak, jadi pak Hariyadi tadi hanya ngomong sendiri atau saran kepada mbak lah, kalau bisa memakai asuransi HK tapi dengan surat pernyataan," kata pak Joko, staf KJRI yang kebetulan berada ditengah-tengah kami. "Saya tadi hanya memegang kata-kata bapak. Kalau semisal bukan ketentuan, jadi ini adalah saran dari bapak, sekedar saran, yang bukan berarti apa-apa karena tidak ada landasan yang menguatinya. Toh nyatanya prakteknya tetap harus membeli asuransi. Ya khan pak?" kataku. "Saya tadi waktu dialog dengan KJRI juga begitu. Dengan pak siapa itu yang botak memakai kacamata? Anak buahnya bu Sendra?" "Pak Hari?" tebakku. Dia tidak mengiyakan. Kemudian melanjutkan obrolan. "Dia tadi juga begitu bilang: "Asuransi di HK sudah ada jadi enggak usah beli asuransi di Indonesia," katanya menirukan omongan petugas KJRI. "Ya mana bisa begitu? Tentang asuransi ini wewenang kepmen (keputusan menteri), jadi kalau mau meniadakan asuransi harus berhubungan dengan mentri," katanya. "Meniadakan asuransi itu tidak bisa, karena itu ketentuan dari mentri," tambahnya pula. "Bahkan pembuatan KTKLN di KJRI-Hong Kong ditiadakan (karena terlalu ruwet dengan asuransi)," sambung Hariyadi Budihardjo. Kami (saya & Yany) melongo. Lha kok tidak KTKLN-nya saja sekalian yang ditiadakan? Semprul tenan! Ya percuma saja obrolan kami yang tidak bakal ada ujungnya itu tadi karena kami mempunyai cara pandang yang berbeda-beda. Sewaktu pemilik restoran So So Bali lewat di depan stan, mereka mempersilakan pemilik restoran itu untuk mampir. "Ayo lunga Yan, mbulet ngene," kataku pada Yany. Seperti pucuk dicinta, Nurul pun langsung menyalami kami, seakan mengusir kami pergi serta-merta. Kami pun pamit. [caption id="attachment_187569" align="alignleft" width="300" caption="babungeblog vs hariyadi budihardjo"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H