Lihat ke Halaman Asli

Ridwan Saleh

Jurnalis Independen

“Pungli”; Bukti Buruknya Pelayanan Publik di Indonesia

Diperbarui: 4 April 2017   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu penyakit birokrasi di negara ini adalah pungutan liar yang lebih dikenal dengan istilah pungli. Lima belas tahun reformasi sepertinya tidak mampu memberanguskan penyakit yang satu ini. Hal ini membuktikan bahwa paradigma pelayanan publik di era reformasi sekarang ini masih belum berubah.

Pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia.

Selasa, 07 Mei 2013, pukul 08.30 Wib, kemarin , di Karawang, ketika penulis hendak mengurus perpanjangan Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) di KantorPemerintah Kabupaten Karawang Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Karawang, Jl. A. Yani No. 30 Karawang. Penulis diminta untuk memberikan sejumlah uang, sebesar Rp. 1.000.000, - (satu juta rupiah) untuk biaya administrasi oleh seorang oknum aparat kantor Dinas tersebut yang berisial “A”, tanpa malu-malu oknum aparat itu menyampaikan bahwa hal ini sudah biasa.Ketika ditanya, apakah hal ini merupakan aturan resmi kantor Dinas tempat oknum aparat itu bekerja, dengan enteng ia menjawab tidak, “tetapi kalau ingin dikerjakan sama saya, maka bapak harus membayar segitu, waktunya seminggu, karena pimpinan sedang tidak ada di tempat”.Akhirnya, dengan sedikit kesal dan berargumen bahwa hal ini “tidak benar”, penulis akhirnya mengurungkan niat untuk memperpanjang TDP di kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar tersebut. Dan, memilih untuk mengurus TDP perseroan terbatas tersebut ke Kantor Pemerintah Kabupaten Karawang, yaitu di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu, yang beralamat di Jl. A. Yani No. 1 Karawang,bersebelahan dengan kantor Bupati Karawang.

Apa yang dialami penulis tersebut di atas merupakan salah satu atau sebagian kecil dari potret permasalahan pelayanan publik yang buruk di negeri ini. Hal lain yang juga dirasakan oleh masyarakat saat ini dalam hal pelayanan publik adalah, ada kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki “uang“, dengan sangat mudah mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif, birokrasi sering kali dianggap tidak mampu melakukan hal-hal yang sesuai dan tepat, serta sangat merugikan masyarakat sebagai konsumennya. Hal ini sangat memerlukan perhatian yang besar, seharusnya birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik itu harus memudahkan masyarakat dan menerima setiap pelayanan yang diperlukan oleh mereka, bukan malah mempersulit.

Citra layanan publik di Indonesia, dari dahulu hingga kini, lebih dominan sisi gelapnya ketimbang sisi terangnya, selain mekanisme birokrasi yang bertele-tele ditambah dengan petugas birokrasi yang tidak profesional. Sudah tidak asing kalau layanan publik di Indonesia dicitrakan sebagai salah satu sumber korupsi , dan sangat beralasan kalau World Bank, dalam World Development Report 2004, memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani kinerja ekonomi makro, alias membebani publik (masyarakat). Jadi sangat dibutuhkan peningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah. Secara konstitusional, juga merupakan kewajiban negara melayani warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Pelayanan Publik (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik). Dimana undang tersebut mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Untuk itu, negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik. **

** Ridwan Saleh, Eksponen FKMIJ, and  Former chairman of the press and the ummah network in PB HMI 1997-1999

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline