Lihat ke Halaman Asli

Tasawuf dalam Dasa Dharma Pramuka: Membangun Kepribadian yang Luhur

Diperbarui: 12 Desember 2024   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Demikian bunyi butir ke sepuluh Dasa Dharma, kode kehormatan Pramuka. Luar biasa bunyi butir terakhir "sumpah" atau "janji" itu. Penyusunnya, saya pikir, mesti sufi atau orang yang memiliki landasan spiritualitas yang tinggi.

Suci dalam pikiran. Ini sejiwa dengan ajaran orang-orang suci bahwa semuanya bermula dari pikiran. Jika pikirannya suci, maka perkataannya pun insya Allah akan cenderung suci, demikian pula perbuatannya.

Itu sejalan juga dengan ucapan Dalai Lama, Pemimpin Tibet, yang sering saya kutip dengan terjemahan bebas sbb:
Perhatikan pikiranmu, karena pikiranmu akan menjadi perkataanmu,

Perhatikan perkataanmu, karena karena perkataanmu akan menjadi perbuatanmu,

Perhatikan perbuatanmu, karena perbuatanmu akan menjadi kebiasaanmu,

Perhatikan kebiasanmu, karena kebiasaanmu akan menjadi karaktermu, dan

Karaktermu akan menentukan nasibmu".

Orang sering menyamakan pikiran sebagai titik awal dari semua perkataan, perbuatan, kebiasaan dan karakter dengan niat. Dasar penyamaan itu adalah sabda Rasulullah Muhammad Saw: "Innamal a'maalu bin niyyah". Artinya, amal itu tergantung pada niatnya.

Begitu luhur kode kehormatan Pramuka itu, tetapi mengapa di Indonesia masih banyak tindak kejahatan, terutama korupsi, dan perbuatan lain yang mengakibatkan penderitaan banyak orang, termasuk terorisme? Padahal, sebagian besar, kalau tidak semua, pemimpin negeri ini, mulai dari tingkat terbawah sampai teratas, pernah menjadi anggota Pramuka. Alasannya, di jaman Orde Baru, semua anak sekolah diwajibkan menjadi anggota Pramuka.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya suatu tindakan, termasuk kejahatan, tidak hanya satu penyebab. Sejumlah orang menyebut bahwa kejahatan mewujud karena adanya niat dan kesempatan.

Sebagai orang yang sampai sekarang berkecimpung di dunia kepramukaan/kepanduan, saya mencoba mencari jawaban. Hasilnya adalah kesimpulan sbb: jangan-jangan kode etik, sumpah atau janji itu hanya berhenti di bibir atau ucapan, tidak meresap ke hati atau difahami maknanya. Hanya menjadi hafalan. Sama halnya pengucapan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada saat upacara bendera. Banyak adik-adik yang dapat mengucapkan dengan lancar di luar kepala bunyi dasar falsafah negara Indonesia dan nilai-nilai luhur yang menjadi tujuan mengapa bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline