Lihat ke Halaman Asli

Ridwan L

ASN Kemenkumham

KORPRI dan 'Pegawai 4.0'

Diperbarui: 30 November 2021   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bumi Putra adalah identitas yang disematkan kolonial Belanda kepada para pegawai Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia di era jajahan) sebelum proklamasi kemerdekaan. Identitas itu sekaligus menyematkan narasi kelas bawah dalam strata pemerintahan kolonial.

Pada periode penguasaan Jepang, negeri gingseng kemudian ikut mengelompokkan pegawai Indonesia sesuai kadar loyalitasnya.

Selang dua dekade lebih pasca kemerdekaan, terbentuknya Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) pada 29 November 1971 sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang KORPRI mengirimkan pesan pentingnya semangat persatuan dalam satu komunitas pegawai.

Dinamika politik-ekonomi Indonesia periode Orde Lama maupun Orde Baru serupa arah mata angin yang turut memengaruhi arah pelayaran KORPRI dalam samudera penyelenggaraan negara.

Pasca reformasi, banyak  perubahan ke arah lebih baik. Meskipun perlu terus diperkuat. Reformasi struktural-birokrasi menghendaki kapabilitas pegawai sebagai agen perubahan. Di sisi lain, globalisasi dengan revolusi industri yang terus berubah menuntut pegawai yang adaptif.

Di titik ini, pegawai dalam wadah KORPRI memiliki peran sentral yang tak sekadar biasa saja dalam pelaksanaan tugas. Butuh mentalitas 'keluar dari kotak'. Berkarakter solutif melalui ragam inovasi dalam memberikan yang terbaik bagi negeri.

Pegawai 4.0 adalah frasa bagi ASN yang adaptif terhadap kemajuan teknologi informasi dan digital. Istilah ini disesuaikan dari frasa Revolusi Industri 4.0, yang menghendaki transformasi pegawai dalam penyelesaian setiap permasalahan terutama dalam pelayanan publik melalui teknologi digital. Pegawai yang dapat memanfaatkan segala kebaikan dari kemajuan teknologi untuk memberikan terbaik bagi daya saing bangsa.

Ini bukan tentang dikotomi antara pegawai generasi baby boomers, generasi mileneal/Y, generasi Z atau lainnya yang memiliki kedalaman literasi digital masing-masing. Ini hanya pengingat tentang pentingnya berpikir terbuka terhadap perkembangan zaman.

Wacana menggantikan tugas pegawai dengan robot seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo adalah respon terhadap urgensi penerapan aritificial intelligence pada tugas negara. (lihat artikel: Jokowi Ganti Pegawai dengan Robot). Ini menjadi penanda disrupsi teknologi dapat menggantikan skema kerja yang konvensional. Pandemi Covid-19 mempercepat disrupsi. Kerja dari rumah adalah hal yang tak dipikirkan sebelumnya. Kini, menjadi model kerja baru oleh sebagian entitas negara.

Dalam bukunya Revolusi Industri 4.0, Klaus Schwab (2019) mengingatkan agar lembaga pemerintah termasuk pegawai sebagai penggerak institusi negara harus berubah dan menyesuaikan diri dengan keberadaan revolusi industri 4.0. Tentu, termasuk bagaimana teknologi dapat memberikan kebaikan dalam peradaban manusia (seperti istilah ramai kita dengar: "Society 5.0").

1-61a4affd06310e406222efe2.jpeg

Saya percaya, banyak lembaga negara telah menyesuaikan diri dengan terus berubah. Kementerian Hukum dan HAM RI adalah salah satunya. Melalui gerakan Revolusi Digital, Menkumham, Yasonna H. Laoly membangun apa yang disebutnya sebagai Birokrasi Digital (2019). Banyak inovasi ditelurkan. Layanan yang dulunya lama dengan prosedur panjang, kini dapat dinikmati dalam beberapa menit saja. Lihat saja kemudahan dalam pelayanan di bidang keimigrasian, kekayaan intelektual, administrasi hukum umum, pemasyarakatan, dan lainnya yang lebih simple dan mudah. Peran pegawai 4.0 (setidaknya untuk saat ini) dalam birokrasi digital menjadi kunci.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline