Dalam dunia politik, perbedaan pendapat semestinya menjadi suatu hal wajar dapat memperkaya demokrasi. Namun, di sejumlah wilayah, gesekan politik justru memicu konflik berujung tragedi. insiden memilukan terjadi di Madura ketika seorang warga kehilangan nyawa dalam sebuah carok yang dipicu oleh perbedaan pilihan politik dalam pemilihan calon bupati. Kejadian ini mencerminkan sisi kelam dinamika masyarakat yang masih sulit menerima perbedaan pandangan, menggambarkan bagaimana rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di daerah tersebut dapat menjadikan demokrasi seolah-olah nyawa menjadi taruhannya.
Carok, sebagai tradisi kerap dikaitkan dengan penyelesaian konflik di Madura, kembali menjadi penyebab korban jiwa. Peristiwa di Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, bermula dari perdebatan terkait pilihan calon bupati yang memanas hingga berakhir pada tindakan pengeroyokan dengan senjata tajam. Konflik tersebut menyoroti persoalan mendalam terkait budaya kekerasan yang dipadukan dengan fanatisme politik yang tidak terkendali.
Rendahnya pendidikan politik dan kualitas sumber daya manusia di Madura menjadi akar permasalahan utama. Banyak warga yang memandang perbedaan pilihan bukan sebagai kekayaan demokrasi, tetapi sebagai ancaman terhadap kehormatan atau kesetiaan kelompok. Fenomena ini semakin diperburuk oleh ketidakmampuan dalam mengelola perbedaan dengan cara damai. Di Madura, tradisi carok kerap disalahartikan sebagai cara untuk mempertahankan harga diri, meskipun dampaknya justru merugikan. Tidak jarang, tradisi ini menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan perselisihan tanpa ada upaya untuk memahami akar masalah secara rasional.
Untuk menghentikan lingkaran kekerasan,dibutuhkan langkah nyata melalui berbagai pendekatan. Pendidikan politik harus diperkuat, terutama di daerah pedesaan, agar masyarakat lebih memahami pentingnya menerima perbedaan dalam sistem demokrasi. Pemerintah dan lembaga terkait perlu menggalakkan program sosialisasi dan diskusi yang membangun, sehingga masyarakat dapat mengelola perbedaan pandangan secara lebih bijak dan rasional. Penegakan hukum yang tegas juga menjadi kunci. Setiap pelaku kekerasan harus dihukum tanpa kompromi, memberikan pesan kuat bahwa tindakan kekerasan tidak dapat ditoleransi.
Selain itu, tradisi budaya seperti carok perlu diberi makna baru yang lebih damai dan konstruktif. Dengan pendekatan budaya yang tepat, tradisi dapat diubah menjadi simbol penyelesaian konflik yang lebih humanis, seperti musyawarah atau dialog. Meski banyak pihak pesimis terhadap perubahan tradisi yang sudah mengakar, sejarah menunjukkan bahwa budaya bisa berkembang seiring kemajuan pendidikan dan kesadaran masyarakat. Perubahan tersebut dapat terwujud jika ada sinergi antara pendidikan, hukum, dan kesadaran bersama.
Tragedi kekerasan akibat perbedaan pilihan politik suatu peringatan keras bahwa demokrasi harus dipahami sebagai sarana untuk mencapai harmoni, bukan alat untuk membenarkan konflik. Perbedaan pilihan bagian dari proses politik yang sehat, bukan alasan untuk menghilangkan nyawa. Dengan memahami bahwa demokrasi seharusnya mempertemukan perbedaan, bukan memecah belah, kita dapat menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
KARENA SEJATINYA, TIDAK ADA DEMOKRASI YANG SEHARGA NYAWA MANUSIA, DAN RENDAHNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA SEHARUSNYA TIDAK BOLEH MENJADI SUATU ALASAN MERENGGUT NYAWA DEMI POLITIK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H