Lihat ke Halaman Asli

Ridwan Jauhar Kafabihi

Mahasiswa Teknik UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Cancel Culture

Diperbarui: 12 September 2023   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/vectors/karyawan-meja-menekankan-lelah-6038877/

Cancel culture, istilah yang semakin sering kita dengar dalam beberapa tahun terakhir, menggambarkan sebuah fenomena di mana seseorang atau entitas publik dihukum secara massal dan serentak melalui boikot, kritik sosial, dan pembatasan terhadap reputasi mereka. Biasanya, ini terjadi sebagai respons terhadap perbuatan atau kata-kata yang dianggap kontroversial, ofensif, atau tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pada saat itu. Meskipun cancel culture kadang-kadang digunakan sebagai alat untuk memerangi ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial, tetapi seringkali, pendekatannya telah menimbulkan perdebatan dan keprihatinan yang signifikan.

Pro dan Kontra Cancel Culture

Sebagian orang berpendapat bahwa cancel culture memiliki manfaat positif, di antaranya:

1. Menyuarakan Ketidakpuasan: Cancel culture dapat memberikan suara kepada mereka yang sebelumnya tidak memiliki platform untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap perilaku atau pandangan yang merugikan. Ini dapat menjadi alat efektif dalam mengungkapkan ketidaksetujuan dan menekan perubahan.

2. Pertanggungjawaban: Melalui konsekuensi sosial dan ekonomi yang dihasilkan oleh cancel culture, individu atau perusahaan yang berperilaku tidak etis dapat merasa terdorong untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka. Ini bisa memicu perubahan perilaku dan praktek yang lebih baik.

3. Kesadaran Sosial: Cancel culture telah membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu sosial yang penting, seperti rasisme, seksisme, dan diskriminasi. Dengan demikian, ini dapat menjadi alat penting untuk perubahan sosial yang lebih besar.

Namun, ada juga sejumlah kritik terhadap cancel culture:

1. Ketidakproporsionalan Hukuman: Salah satu kritik utama adalah bahwa sanksi yang dijatuhkan sering kali terasa berlebihan atau tidak sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan. Beberapa orang yang di-cancel mungkin kehilangan pekerjaan, reputasi, dan kesejahteraan mereka tanpa kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka.

2. Penghakiman Subjektif: Penentuan apa yang dianggap "membatalkan" seseorang seringkali didasarkan pada standar yang sangat subjektif, yang dapat mengarah pada ketidakpastian dan penyalahgunaan.

3. Kurangnya Ruang untuk Pertobatan: Cancel culture sering kali tidak memberikan individu kesempatan untuk meminta maaf, memperbaiki kesalahan mereka, atau belajar dari pengalaman tersebut.

4. Pembatasan Kebebasan Berekspresi: Ada kekhawatiran bahwa cancel culture dapat menghambat kebebasan berekspresi dan menciptakan lingkungan di mana orang merasa takut untuk berbicara atau berpendapat secara terbuka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline