Lihat ke Halaman Asli

Kritik Novel Nyoman S. Pendit Mahabarata pada bab 16" terbunuhnya Bakasura"

Diperbarui: 18 Desember 2023   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kritik Novel Nyoman S. Pendit Mahabarata pada bab 16 “terbunuhnya Bakasura”

Sinopsis:
Pandawa tinggal di Ekacakra dan hidup dengan meminta-minta. Bhima, salah satu dari Pandawa, memiliki nafsu makan besar dan mendapat periuk besar dari seorang tukang kendi. Mereka mendengar cerita tentang raksasa Bakasura yang menguasai kota dan meminta makanan setiap minggu. Dewi Kunti, ibu dari Pandawa, menawarkan salah satu anaknya untuk menjadi mangsa raksasa itu, tetapi brahmana itu menolak.

Dewi Kunti mempercayai kekuatan anaknya, Bhima, untuk membunuh raksasa. Bhima pergi ke gua sang raksasa dan berhasil membunuhnya setelah pertarungan sengit. Setelah itu, Bhima kembali ke rumah brahmana dan memberitahu ibunya.

Kritik

Novel ini memiliki beberapa kelemahan yang perlu dikritisi. Pertama, alur cerita yang terlalu panjang dan terperinci dalam beberapa bagian membuat pembaca kehilangan fokus dan kejenuhan. Misalnya, deskripsi panjang tentang kehidupan sehari-hari Pandawa dalam meminta-minta dan kebiasaan Bhima yang doyan makan. Hal ini dapat membuat pembaca kehilangan minat dalam mengikuti alur cerita.

Kedua, karakterisasi yang kurang kuat. Meskipun novel ini menggambarkan kekuatan dan keberanian Bhima dalam menghadapi raksasa Bakasura, namun kurangnya pengembangan karakter membuat pembaca sulit untuk merasa terhubung dengan tokoh-tokoh dalam cerita. Misalnya, tidak ada penggambaran yang mendalam tentang perasaan dan pikiran Bhima sebelum dan setelah pertarungan dengan raksasa.

Ketiga, kurangnya konflik yang memadai. Meskipun pertarungan antara Bhima dan raksasa Bakasura menjadi puncak cerita, namun kurangnya konflik internal atau eksternal sepanjang cerita membuat pembaca kehilangan ketegangan dan kegembiraan dalam mengikuti alur cerita. Konflik yang kuat dapat membuat cerita menjadi lebih menarik dan memikat pembaca.

Keempat, gaya bahasa yang kurang menarik. Penggunaan bahasa yang terlalu formal dan kaku dalam beberapa bagian membuat novel ini terasa monoton dan kurang menarik. Penggunaan bahasa yang lebih variatif dan menarik dapat membuat cerita menjadi lebih hidup dan memikat pembaca.

Kelima, kurangnya pengembangan latar belakang. Meskipun novel ini menggambarkan kehidupan Pandawa di Ekacakra, namun kurangnya penggambaran yang mendalam tentang latar belakang kota dan kehidupan masyarakatnya membuat cerita terasa kurang kuat dalam membangun suasana dan atmosfer cerita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline