Lihat ke Halaman Asli

Strategi Perang DKI Melawan Kemiskinan

Diperbarui: 15 Desember 2016   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Viva.co.id

Pemerintah Provinsi DKI masih terus bekerja keras mengatasi kemiskinan. Meski selama periode kepemimpinan duet Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat angka kemiskinan telah mengalami penurunan signifikan, Pemprov DKI tidak cepat puas. Saat ini, angka kemiskinan provinsi DKI adalah 3,4%.

Djarot, sebagai wakil gubernur non aktif, berpendapat dengan memberikan latihan dan pendayagunaan kreativitas Sumber Daya Manusia (SDM) jauh lebih efektif ketimbang menyuplai dana dan bantuan fisik tanpa pelatihan yang memandirikan masyarakat.

"Kami ada program padat karya, kita berikan pelatihan-pelatihan, termasuk juga bagi warga menengah ke bawah di rusunawa-rusunawa. Kemudian, kita membantu dengan Bank DKI, kita melakukan operasi pasar untuk menekan harga kebutuhan pokok," kata Djarot di Rumah Lembang, Jakarta.

Tepat sasaran dan sistematis, dua kata itu yang patut disematkan pada program ini. Penanganan kemiskinan dilakukan dari hulu ke hilir. Masyarakat yang tidak punya keterampilan diberi pelatihan dan diberi modal usaha untuk memajukan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pelatihan dan pembinaan wiraswasta akan memajukan ekonomi dan menekan jumlah pengangguran karena daya serap tenaga kerja menjadi berlipat.

"Orang miskin di Jakarta itu 3,4 persen, cukup rendah. Yang menjadi persoalan di kita adalah memperpendek kesenjangan antara yang kaya dan miskin," kata Djarot.

Bantuan lain juga diberikan sesuai sektor dan kebutuhan, subsidi diberikan merata pada bidang pendidikan, kesehatan, transportasi umum, dan keperluan sehari-hari. Kebijakan ini selain memandirikan rakyat juga menekan angka korupsi oknum-oknum pejabat dan aparatur Pemerintah Daerah. Subsidi yang merata dan tepat sasaran membuat masyarakat terhindar dari pola ‘Gali Lubang Tutup Lubang’ karena bantuan yang diberikan secara tunai tidak tepat sasaran dan konteksnya tidak jelas.

Transparansi menjadi kata kunci dalam keterkaitan program ini dengan penekanan korupsi. Uang yang dianggarkan sudah jelas akan dipakai untuk apa dan siapa. Dengan metode ini Penduduk Jakarta akan merasakan kemudahan transaksi yang lebih maju saat tidak lagi berurusan dengan birokrasi yang berbelit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline