Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ridwan

Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Tragedi Paris Memecah Kebuntuan Politik di Suriah

Diperbarui: 17 November 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pria Suriah menangis sambil memegang jenazah anaknya di dekat RS Dar El Shifa di Aleppo, Suriah, 3 Oktober 2012. Anak itu dibunuh oleh tentara Suriah. Foto ini salah satu dari 20 foto karya fotografer AP yang memenangkan Pulitzer Prize 2013 (Sumber: KOMPAS.com)"][/caption]Sisi positif dari Tragedi Paris adalah pecahnya kebuntuan politik di Suriah. Semua faksi yang bertikai di Suriah dipaksa untuk maju ke meja perundingan.

Sehari pasca Tragedi Paris 13/11, Uni Eropa langsung menggelar pertemuan darurat di Vienna, Austria, pada Sabtu (14/11), untuk membicarakan solusi damai yang menyeluruh di Suriah.

Pertemuan di Vienna, akhirnya sepakat menargetkan transisi pemerintahan Suriah dalam enam bulan dan pemilu dalam 18 bulan. Pertemuan yang digagas kwartet Amerika Serikat, Russia, Jerman dan Iran telah menyetujui kepada satu titik pertemuan yang positif, dimana Presiden Obama melalui Sekretaris John Kerry menyetujui pra-syarat dari Iran dan Rusia yaitu opsi pelengseran Presiden Bashar Al-Assad dikesampingkan dahulu dari pembicaraan.

Mengutip KOMPAS cetak, Senin (16/11), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan, gelombang penyerangan oleh teroris di Paris memperkuat upaya mencari penyelesaian melawan terorisme.

Amerika Serikat dan Russia yang selama ini berbeda pendapat, akhirnya sama-sama melihat adanya urgensi penyelesaian Suriah.

"Jelas kami masih berbeda pada isu soal Bashar al-Assad. Namun, kami bergantung pada proses politik itu sendiri yang dipimpin Suriah yang harus bergerak maju dan perundingan warga Suriah dengan warga Suriah," kata Kerry.

Peta jalan perdamaian Suriah yang sedang di rintis kwartet negara penggagas ini tak luput dari pengamatan Andi Hakim, sahabat saya, seorang pengamat politik Timur Tengah. Melalui media sosial Facebook kami pun berdiskusi terkait hasil pertemuan Vienna tersebut.

Menurut Andi Hakim, penerimaan Amerika Serikat proposal resolusi yang diajukan Iran dan Rusia adalah tanda jika mereka, kelompok yang kontra terhadap Bashar Assad, mulai lebih realistis memandang masalah di Suriah, kedua belah pihak harus memulai menemukan titik-titik kompromistik dan teknik penyelesaian kreatif.

“Di sini apa yang dulunya seperti sulit dipecahkan (indivisible) dan mengundang lebih banyak konfrontasi di lapangan telah mulai memasuki tahap-tahap ke arah kerjasama. Hal yang sekaligus merupakan sinyal jika masing-masing pihak mulai menurunkan intensitas konfrontatif kepada kondisi kompetitif”, Ungkap mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bandung dan jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Mantan Jurnalis KOMPAS ini menjelaskan, ada sembilan faktor yang melatarbelakangi dihasilkannya kesepakatan Vienna yaitu;

  1. Bahwa dalam posisi masing-masing pihak baik yang pro atau pun kontra terhadap Bashar Assad, sebenarnya tidak ada pihak yang mendapatkan keuntungan apapun. Hal ini telah berlangsung sejak perang sipil bermula di Suriah tahun 2011.
  2. Bahwa pada akhirnya persoalan Suriah tidak lagi dapat diselesaikan oleh pihak Bashar Al-Assad maupun kelompok perlawanan Suriah, maka harus melibatkan dua negara besar seperti Amerika Serikat dan Russia dalam pembicaraan. Karena persoalan sudah sedemikian rumit (complex), dan tidak dapat diurai (indivisible).
  3. Pihak Pro Assad memberikan tawaran pembicaraan “Inter-Suriah Dialog” sebagai solusi bagi pemecahan kebuntuan politik. Dimana Assad maupun mitra sekutunya (Iran, Rusia dan Hizbullah) berkali-kali mengatakan solusi politik perdamaian Suriah adalah: Dari, Oleh, dan Untuk Rakyat Suriah Sendiri.
  4. Sedangkan Pihak yang kontra Assad yang dimotori oleh Amerika Serikat tidak memberikan tawaran yang solutif, malah terkesan membuang waktu. Mereka menolak perundingan dengan alasan sedang menyusun dialog dengan kelompok anti-Assad yang bergabung dalam Aliansi Nasional Suriah. Mereka mengatakan sedang membutuhkan waktu bagi pelatihan kelompok Militan Moderat yang nantinya akan dapat dimajukan sebagai perwakilan.
  5. Pihak Pro Assad memberikan penawaran kedua, dimana persoalan Inter-Suriah harus mengesampingkan kelompok mersenaries seperti Jabhat Nusra, Al Qaeda, dan ISIS dalam dialog. Di sini kelompok Pro Assad memberikan pilihan yang lebih sulit bagi kelompok Kontra Assad. Pro Assad ingin menggeser peta di Suriah, bahwa persoalan Suriah bukan lagi peperangan melawan Assad tetapi melawan kelompok teroris. Dimana kelompok Anti-Assad, mau tidak mau harus bekerja sama atau seolah-olah bekerja sama melawan kelompok teror.
  6. Serangan Rusia ke basis-basis ISIS dengan seizin Bashar Al-Assad secara langsung mengubah peta permainan di lapangan. Ini karena kampanye udara Rusia telah memungkinkan Tentara Suriah mengambil kembali kota-kota dan wilayah-wilayah yang dikuasai pemberontak dan militan ISIS.
  7. Pihak Pro Assad tidak akan mengajukan tawaran ketiga, mengingat serangan ISIS ke Paris, Beirut, dan Irak tidak akan mempengaruhi arah pembicaraan Vienna sampai pihak yang kontra Assad menegosiasikan kembali posisi awalnya. Namun sekarang ini menjadi penting bagi perubahan arah kebijakan Luar Negeri Eropa terutama dalam hal mencegah kedatangan pengungsi dan keterlibatan mereka di Suriah. Hal yang sedikit banyak memberikan pengaruh positif bagi legitimasi Assad.
  8. Jika kelompok kontra Assad yang dimotori oleh Amerika Serikat dan Perancis memaksa membalas dengan menyerang basis-basis ISIS di Suriah artinya mereka secara tidak langsung menyetujui kampanye udara yang dilakukan Russia.
  9. Di sini kelompok yang kontra Assad akan menerima tawaran kelompok Pro Assad, tetapi dengan kondisi yang sedikit diubah. Mungkin, dalam rencana satu atau dua tahun ke depan, seperti dalam waktu dekat akan mengadakan kampanye udara melawan ISIS tentu dengan izin dari Rusia,Iran, dan Suriah. Kelompok kontra Assad akan secara bertahap memutuskan bahwa perang melawan ISIS telah usai dan kini mereka mencoba menjadi inisiator perdamaian.

Perundingan antara kelompok yang pro dan kontra Assad rencananya akan digelar selambat-lambat pada 1 Januari 2016. Walaupun masih ada ganjalan terkait kepemimpinan Assad oleh kelompok perlawanan Suriah, tampaknya meja perundingan adalah solusi terbaik untuk mengakhiri 4 tahun perang saudara yang sudah menewaskan 250.000 orang itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline