Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ridwan

Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Anatomi Radikalisme Islam di Indonesia [Bagian Kedua]

Diperbarui: 19 Januari 2016   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Karikatur Akar Penyebab Radikalisme di Indonesia (Sumber: matanews.com)"][/caption]Pada tulisan  Anatomi Radikalisme Islam di Indonesia (Bagian Pertama)" dibahas transmisi pengaruh ide-ide Islamisme dan neofundamentalis karena pengaruh “Dimensi Global”.

Transmisi ide-ide tersebut ditransfromasikan melalui :  gerakan sosial, gerakan pendidikan dan dakwah, publikasi penerbitan dan internet serta perang di Timur-Tengah.

Transmisi ide-ide Islamisme ke Indonesia sebagian besar berlangsung satu arah, yakni dari Timur-Tengah ke Indonesia. kemudian, transmisi Islamisme ke Indonesia memiliki beberapa faktor penarik dan pendorong.

Faktor penariknya adalah Timur-Tengah sebagai “eficentrum” ilmu dan peradaban Islam sehingga banyak pelajar Indonesia berbondong-bondong menuntut ilmu di negara-negara teluk.

Sedangkan faktor pendorongnya adalah adanya kepentingan negara-negara Timur-Tengah di Indonesia untuk menyebarluaskan interpretasi Islamisme mereka dengan cara mendanai lembaga-lembaga pendidikan, membangun infrasruktur Islam seperti masjid, pesantren, sekolah dan madrasah, penerbitan berbagai publikasi kajian Islam melalui buku dan jurnal serta beasiswa belajar ke negara-negara Timur-Tengah.

Selain faktor “Dimensi Global”,  tumbuhnya radikalisme di Indonesia juga dipengaruhi oleh “Dimensi Lokal”, diantaranya :

1. Relasi antara Islam dan Negara

Sejak Indonesia merdeka sampai era orde baru, praktis Islamisme di Indonesia tidak berkembang. Di era Soekarno maupun Soeharto gerakan Islam “di kebiri” sebagai kekuatan politik.

Hal ini bermula dari pergumulan ideologis terkait asas negara Indonesia dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/PPKI).

Buya Syafii Maarif dalam bukunya yang berjudul “Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin” menjelaskan dengan gamblang tentang perbedaan pandangan politik dalam BPUPKI/PPKI beberapa bulan menjelang Kemerdekaan Indonesia.

Isu paling krusial dalam perdebatan tersebut, ialah pembicaraan tentang ideologi negara Indonesia yang bakal lahir. Setelah kalimat pengiring Sila Pertama “Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dicoret dari Pembukaan UUD 1945, pergumulan politik terkait isu politis-ideologis ini kemudian berdampak panjang dalam perjalanan sejarah modern Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline