[caption caption="Jalur Sutera Tiongkok (Sumber: The Daily Star)"][/caption]“Miracle of Tiongkok”, begitu sebutan dunia terhadap kemajuan ekonomi Tiongkok selama 15 tahun terakhir. Perkembangan Ekonomi Tiongkok yang pesat menjadikan negara dengan julukan “Tirai Bambu” menjelma menjadi “The Emerging Power” baru di Asia Pasifik yang selama ini di dominasi oleh Jepang.
Menurut data Bank Dunia tahun 2014, Tiongkok menempati urutan pertama sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Produk domestik bruto (PDB) Tiongkok terhadap purchasing power parity (PPP) hingga akhir tahun 2014 mencapai US$ 17,6 triliun. Posisi ini menggeser PDB Amerika Serikat yang hanya sebesar US$ 17,4 triliun. Jepang di peringkat ke-4 dengan PDB US$ 4,78 triliun di bawah India diperingkat ke-3 dengan PDB US$ 7,27 triliun. Indonesia sendiri masuk 10 besar kekuatan ekonomi dunia, bertengger diperingkat ke-9 dengan PDB US$ 2,55 triliun (Lihat Tabel). (Baca : Ekonomi Indonesia Peringkat 9 Besar Dunia)
[caption caption="Tabel: Peringkat Ekonomi Dunia Berdasarkan GDP atas PPP (Sumber: Bank Dunia)"]
[/caption]
Tidak berhenti sampai disitu, untuk memperkokoh hegemoni dibidang ekonomi dan politik, kini Tiongkok berambisi membuka kembali jalur Sutra yang dikenal sebagai jalur perdagangan kuno.
Jalur sutra (silk road) adalah jalur yang melegenda, terbentuk pada era Dinasti Han di Tiongkok yang menghubungkan sejumlah wilayah di Asia, Eropa sampai Afrika. Jalur ini mulai dibuka tahun 130 sebelum masehi ketika Han membuka hubungan perdagangan dengan barat, sampai tahun 1453, ketika Kerajaan Ottoman memboikot perdagangan dengan barat sekaligus menutup jalur tersebut. Bagi bangsa Tiongkok, jalur ini sebagai simbol keunggulan mereka di bidang perdagangan pada masa lampau.
Kini, Tiongkok di bawah Presiden Xi Jinping, berambisi untuk mewujudkan jalur sutera modern. Mengutip laman Agustinuswibowo.com, Senin (05/10/2015), Presiden Xi Jinping mengusulkan pembangunan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (Silk Road Economic Belt) dalam kunjungan kenegaraan di Kazakhstan pada 7 September 2013. (Selengkapnya baca :China dan Jalur Sutra Baru)
Berselang tiga minggu kemudian, di hadapan parlemen Indonesia di Jakarta, Xi mengemukakan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Road). Kedua konsep ini, yang digabungkan menjadi inisiatif One Belt, One Road (OBOR) atau Satu Sabuk dan Satu Jalur, sebagai desain akbar untuk menghubungkan negeri-negeri yang dilintasi rute perdagangan bersejarah itu, mulai dari Asia Tengah hingga Eropa dan Afrika, mulai dari Asia Tenggara hingga Jazirah Arab (Lihat Peta Jalur Sutra Maritim Tiongkok).
[caption caption="Jalur Sutera Maritim Tiongkok (Sumber: edelweisbumi.blogspot.com)"]
[/caption]
Indonesia sebagai negara kepulauan sudah pasti masuk dalam cetak biru Maritime Silk Road Tiongkok. Jalur Sutera Maritim yang dibangun Tiongkok itu meliputi Eropa, masuk Laut Merah di Afrika, lalu ke Samudera Hindia, terus menuju India, Bangladesh, Burma, kemudian masuk ke Indonesia melalui Selat Malaka. Juga menyusur lewat selatan yang masuk Selat Lombok, Selat Wetar, dan Selat Sunda.
Bak gayung bersambut, setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden, konsep pembangunannya sejalan dengan konsep Maritime Silk Road Tiongkok, yakni menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Turunan dari Poros Maritim Indonesia adalah Proyek Tol Laut yang sekarang menjadi “buah bibir” di media sosial dan Kompasiana. Tol laut disebut-sebut sebagai irisan dari jalur sutera maritim Tiongkok. Karena, Indonesia akan dilewati jalur internasional tersebut.