[caption caption="Walikota Bogor, Bima Arya (Sumber: muslimdaily.net)"][/caption]Belum selesai kasus Gereja Yasmin-Bogor, seminggu terakhir di lini-masa, baik di Twitter maupun Facebook ramai dibicarakan sepak terjang Bima Arya Walikota Bogor yang melarang kegiatan Syiah di Hari Asyuro. Banyak pihak menuding Walikota Bogor tersebut sangat intoleran.
Saya sebenarnya ingin menahan diri soal kasus ini. Tapi ini terkait "lembur kuring", saya harus bicara.
Sebagai orang Bogor, saya bisa memahami tindakan Walikota Bogor tersebut. Bukan berarti membela Bima Arya, namun tindakan beliau menurut saya sudah tepat. Kenapa?
Bogor, dikenal sejak dulu sebagai basis Islam Sunni, khususnya kaum Nahdiyin dan terdapat banyak Pesantren. Bogor melahirkan banyak ulama-ulama besar seperti dari Empang, Cibogo (Cipayung), Leuwiliang, dan Tanah Baru. Bisa dikatakan, Bogor adalah pintu gerbang di sebelah utara menuju wilayah Santri lainnya di Jawa Barat seperti Cianjur dan Sukabumi.
Namun, karena berbatasan langsung dengan ibukota negara, Bogor sebagai daerah Santri, tidak bisa menghindar dari pengaruh modernisasi, mobilitas sosial, urbanisasi, asimilasi budaya, dan penyebaran agama beserta faham-fahamnya.
Kerukunan beragama di Bogor sebenarnya cukup baik termasuk Ukhuwwah Islamiyah. Namun toleransi yang baik oleh warga Bogor ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Contoh, tiba-tiba Ahmadiyah membangun pusat dakwahnya di Parung-Bogor. Padahal Ahmadiyah sudah diputuskan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Selanjutnya, banyak rumah-rumah doa didirikan secara ilegal disepanjang Jalan Raya Jakarta-Bogor dan tempat lainnya, kemudian berubah menjadi Gereja permanen tanpa ada persetujuan warga sekitar.
Dan terakhir ada migrasi tokoh-tokoh Syiah dan berdomisili di Bogor (termasuk imigran Timur Tengah), kemudian meyebarkan ajaran Syiah di wilayah yang mayoritas Sunni. Awalnya mereka merekrut kalangan intelektual seperti Mahasiswa, namun warga Bogor lainnya juga banyak diracuni dengan ajaran-ajaran Syiah.
Tentu hal ini meresahkan warga Bogor termasuk para Ulama. Ini bisa menimbulkan gesekan di akar rumput. Terbukti terjadi penyerbuan Masjid Ad-Zikra Sentul oleh sekelompok "Preman" yang mangaku penganut Syiah. Wajar jika Bima Arya sebagai pengayom warga kemudian mengambil tindakan tegas terhadap kegiatan Syiah di Bogor untuk mencegah terjadinya bentrokan horizontal ditengah masyarakat.
Ini mengingatkan kepada masyarakat Indonesia agar tidak amnesia (lupa ingatan), bahwa ajaran syiah menyimpang dari agama Islam; sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No.1787 K/Pid/2012 terkait kasus Tajul Muluk di Sampang beberapa tahun lalu.
Bogor sebagai "Benteng Akidah Islam" di utara Pasundan memang sedang di obok-obok. Mulai kasus Sentul Internasional Convention Center, Miss World, Kasus Bukit Sentul, Bukit Hambalang, Penyerbuan Masjid Ad-Zikra, Sengketa Gereja Yasmin, Ahmadiyah Parung dll.