Sikap lamban DPR membuat banyak pihak bertanya-tanya,apa gerangan yang membuat RUU perampasan aset tak kunjung juga di bahas ? Apakah terbelenggu oleh kepentingan tertentu ? Atau hanya soal ketidaklengkapan instrumen?
Diakhir masa jabatannya dewan perwakilan rakyat (DPR) tak kunjung juga membawa RUU perampasan aset tindak pidana ke dalam meja persidangan.Jalan panjang RUU perampasan aset seperti menemui jalan buntu. Sempat masuk pada program legislasi nasional (Prolegnas) 2005 - 2009 namun abai tak tersentuh oleh DPR. Masuk lagi di Prolegnas 2010 - 2014 namun kenyataan nya sama DPR tidak menyentuh RUU tersebut. Seperti senang bermain dengan ketidaseriusan DPR kembali memasukkannya pada prolegnas 2015 - 2019 namun lagi dan lagi DPR tidak membawa RUU perampasan aset ke dalam meja pembahasan.
Sikap DPR membuat publik gerah dan mendesak agar RUU perampasan Aset tindak pidana segera masuk dalam pembahasan. Pemerintah melalui surat presiden NO R22/pres/05/2023 tertanggal 4 Mei 2003 ikut mendesak DPR agar RUU perampasan aset tindak pindana disegerakan masuk dalam pembahasan.
Urgensi RUU perampasan aset bukan hanya pada bagaimana negara ini bebas dari para koruptor,namun lebih dari itu RUU perampasan aset tindak pindana dirasa dapat menciptakan rasa keadilan, kejujuran dan kesejahteraan.
Bahwa negara akan besikap adil menghukum para koruptor tanpa tebang pilih. Perampasan aset akan membuat koruptor jatuh pada titik nadir serendah-rendahnya alias membawa koruptor pada kemiskinan
RUU perampasan aset tindak pidana adalah instrumen kejujuran untuk aparatur sipil negara yang selama ini tidak jujur melaporkan harta kekayaan ke LHKPN (Laporan harta kekayaan pejabat negara) dengan adanya RUU perampasan aset tindak pidana ASN yang gemar melakukan flexing kekayaan di depan publik akan berfikir dua tiga kali untuk memamerkan kekayaannya.
RUU perampasan aset tindak pidana sudah tentu berdampak besar untuk negara. Aset negara yang dicuri oleh koruptor akan kembali ke tangan negara. Maka sudah seharusnya kekayaan negara dapat dikelola untuk kesejahteraan rakyat.
diakhir-akhir masa jabatannya DPR menunjukkan ketidakampuannya sebagai lembaga pembuat undang-undang. Tugas presiden dan DPR terpilih bertambah berat,RUU perampasan aset harus segera dikebut setelah lama terlunta-lunta.
Maka sudah seharusnya RUU perampasan Aset Tindak Pidana masuk dalam 100 hari program kerja presiden terpilih, presiden harus bersinergi dengan DPR agar RUU perampasan aset tindak pidana masuk pada skala prioritas pembahasan tanpa harus ditunda-tunda lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H