Lihat ke Halaman Asli

RIDWAN HAFIDZ A.

" AGAMA tanpa Ilmu Pengetahuan adalah buta. Dan Ilmu Pengetahuan tanpa AGAMA adalah lumpuh" -Albert Einstein

Jual Beli dalam Perspektif Islam (Salam)

Diperbarui: 26 Mei 2021   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Jual Beli Perpektif Islam

Sebelum membahas akad salam secara mendalam, terlebih dahulu perlu diketahui pengertian serta pembahasan mengenai jual beli, sehingga pembaca mengetahui dengan jelas apa itu jual beli dan transksi yang ada pada akad salam. Pengertian jual beli dalam bahasa disebut dengan al-bay' yang berasal dari bahasa arab memiliki arti tukar menukar atau saling menukar. Sedangkan menurut terminologi adalah "tukar  menukar  harta atas dasar suka sama suka". 

Dapat disimpulkan, bahwa pengertian jual menurut syariah adalah tukar menukar suatu barang tertentu antara dua orang atau lebih dengan dasar suka sama suka atau saling ridho. Dimana penjual berhak mendapatkan uang sebagai alat tukar, sedangkan di pihak pembeli berhak mendapatkan barang yang dibelinya dengan uang. Peraturan dan kepemilikan masing-masing pihak (penjual dan pembeli) dilindungi oleh hukum.

Jual beli bukanlah riba, banyak yang beranggapan bahwa jual beli sama dengan riba. Hal ini berlandaskan dengan kenyataan prakteknya terkadang penjual mematok keuntungan yang tinggi terhadap barang yang dijualnya. Anggapan seperti itu adalah sebuah kesalahan dimana tidak ada batasan keuntungan tertentu yang dapat mengakibatkan haramnya jual beli. Bahkan  Nabi  shallallahu  'alaihi  wa  sallam  menyetujui tatkala sahabatnya  Urwah  mengambil  keuntungan  dua  kali  lipat  dari  harga  pasar  tatkala  diperintah  untuk membeli seekor kambing buat beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)

Tetapi alangkah baiknya jika mematok keuntungan yang sesuai dengan harga pasar tersebut. Sehingga tidak ada pembeli yang merasa tertipu karena penjual mendapatkan keuntungan yang besar. Maka jika terjadi seperti itu maka dibolehkan pembeli untuk menuntut haknya yaitu mengambil kembali uang yang telah dibayarkannya dan mengembalikan barang yang telah dibelinnya. Inilah yang dinamakan dengan khiyar ghabn.

Namun jika si penjual mematok harga dengan keuntungan yang besar akan memberikan efek negatif. Efek tersebut adalah barang dagangan yan dijualnya akan sulit terjual karena harga sangat tinggi yang mana melebihi harga normal dipasaran. Kebijakan tersebut jelas merugikan penjual, oleh karena itu alangkah baiknya mematok herga yang tidak jauh berbeda dengan harga pasar. Sehingga jika harga normal maka kelancaran dalam berjual akan dapat dicapai.

Terdapat prinsip-prinsip jual beli, sehingga dalam prakteknya tidak akan merugikan salah satu pihak. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah :

  1. Prinsip keadilan : Keadilan dalam islam merupakan aturan paling utama dalam semua aspek perekonomian". Sehingga keadilan dapat mensejajarkan hak semua orang dan tidak akan terjadi pemaksaan, ataupun  kekangan orang-orang kaya terhadap yang lemah.
  2. Suka sama suka : Merupakan kelanjutan dari prinsip pemerataan. Dimana prinsip ini berdasar pada sistem kerelaan semua pihak. Kerelaan disini dapat diartikan semua pihak tidak ada yang mersa dirugikan dalam suatu transaksi baik dalam menerima barang atau memberikan barang.
  3. Bersikap amanah, dan jujur : Amanat sendiri dalam praktenya dapat diartikan bahwa penjual dalam memasarkan barangnya tidak melebih-lebihkan kualitas dan harga barang. Dan bersikap jujur sehingga pembeli dapat merasa puas atas barang yang dibelinya.
  4. Tidak mubazir (boros) : Dalam islam, sifat mubazir dalam melakukan apapun sangatlah dibenci oleh Allah SWT. Islam sangat menganjurkan setiap orang membelanjakan sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Hal tersebut mengajarkan kepada pembeli atau konsumen bersikap sederhana serta menggunakan hartanya dijalan Allah SWT.

Sejalan dengan adanya prinsip-prinsip tersebut maka dapatlah dipahami bahwa antara penjual dan pembeli mempunyai hak dan kewajiban, dimana setiap hak dan kewajiban masing-masing harus dipenuhi. Sehingga dapat menghindari adanya kerugian salah satu pihak baik dari sisi penjual maupun pembeli. 

Hak dan kewajiban masing-masing jika benar-benar dijalankan tidak akan mengakibatkan kekecewaan, perselisihan, penipuan, dan persengketaan antara penjual dan pembeli. Kejadian-kejadian tersebut dapat terhindari dengan menerapkan prinsip jual beli dan memenuhi hak kewajiban masing-masing.

Umat islam yang melakukan transaksi jual beli (bisnis) yang selalu berpegang pada norma-norma hukum islam, yakni berlandaskan Al-qur'an dan Hadist akan mendapat berbagai kemulyaan atau hikmah diantaranya : 

(1) jual beli dalam islam tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan individu melainkan dapat menolong terhadap sesama. Baik dari sisi penjual yang tertolong barang daganganya terjual dan disisi pembeli barang yang diinginkannya dapat terpenuhi. (2) dalam melakukan praktek jual beli (bisnis) yang berlandaskan Al-qur'an dan hadist maka dalam mendapatkan harta dapat memberikan kebersihan (halal). Sehingga hrta yang dimakan dirinya serta keluarganya terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh syari'ah. (3) islam sangat membenci orang bermalas-malasan oleh karena itu dapat memberantas pengangguran. Sehingga tidak akan terjadi kejahatan yang diakibatkan oleh pengangguran. (4) selain itu dalam transaksi jual beli yang berlandaskan Al-qur'an dan Hadist akan mempererat hubungan antar manusia dan hubungan terhadap Allah SWT.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline