Lihat ke Halaman Asli

Proyek Jalan Tol dan Dikotomi "Kaya" dan "Miskin"

Diperbarui: 12 Februari 2018   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pendahuluan

Sekarang ini masih ada segelintir orang-orang yang meragukan manfaat proyek-proyek infrastruktur yang sedang gencar dilaksanakan di Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan itu sebagai proyek politis dan pencitraan semata. Khususnya setelah acara "ground breaking" proyek jalan tol Padang - Pekanbaru yang dilaksanakan pada hari Jumat yang lalu, di medsos beredar komentar-komentar negatip, tanpa data yang valid, kecuali sekedar copasdari beberapa media on line yang tidak kredibel.

Dengan gencarnya pembangunan proyek-proyek infrastruktur sekarang ini, khususnya proyek jalan tol, mereka berpendapat bahwa proyek-proyek tersebut hanya untuk sekedar pencitraan dan kelak hanya untuk bisa dinikmati orang-orang berduit, atau lebih spesifik hanya oleh orang-orang bermobil. Tidak ada manfaatnya untuk rakyat miskin. Sebab menurut pemahaman mereka, jalan tol hanya untuk dilalui kendaraan roda empat milik pribadi, bukan untuk rakyat yang naik angkot atau becak.

Padahal seperti kita ketahui, tujuan utama jalan tol/ bebas hambatan adalah sarana utama urat nadi ekonomi yang akan memperlancar:

1. distribusi barang, produk-produk pertanian dan pertambangan,

2. pariwisata, angkutan massal bis/ travel antar kota/ provinsi,

3. pembangunan sentra-sentra ekonomi yang merata di semua wilayah, dan lain-lain.

Mari kita bandingkan sejenak dengan Amerika Serikat (AS) dan RR China (RRC).

1. US Freeway & Toll Road System (Jalan bebas hambatan di Amerika Serikat).

Ide jalan bebas hambatan ('toll road' and 'freeway system') di AS dimulai pada tahun 1916, pada era pemerintahan Presiden Woodrow Wilson dengan diterbitkannya "Federal Aid Road Act of 1916".

Detail proyek dilanjutkan pada tahun 1938, pada masa pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt, yang selanjutnya diteruskan oleh Presiden Dwight Eisenhower setelah Perang Dunia II selesai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline