Indonesia saat ini berada di persimpangan penting dalam perjalanan menuju status negara maju. Dengan bonus demografi yang diproyeksikan berakhir pada tahun 2041, Indonesia menghadapi tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 6--7 persen setiap tahun. Jika gagal, Indonesia berisiko menjadi negara tua sebelum kaya, terjebak dalam middle-income trap.
Sebagai negara dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia memiliki potensi pasar domestik yang besar. Namun, ironi terjadi ketika produk industri dalam negeri tidak terserap optimal oleh masyarakat, sementara produk impor mendominasi pasar.
Deindustrialisasi telah menggerogoti kontribusi sektor industri terhadap PDB dalam 20 tahun terakhir. Padahal, pada masa Orde Baru, Indonesia berhasil meningkatkan proporsi industri terhadap PDB dari 8,9 persen pada tahun 1973 menjadi 25,6 persen pada tahun 1996. Bahkan setelah krisis 1997/1998, kontribusi industri masih meningkat hingga 29,6 persen pada tahun 2001.
Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hong Kong menjaga proporsi industri terhadap PDB mereka stabil di atas 20 persen. Kelemahan daya saing produk lokal, tingginya impor, dan fenomena unfair trading menjadi penyebab utama.
Dampak deindustrialisasi semakin nyata dengan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari Januari hingga Oktober 2024, sebanyak 59.764 pekerja terkena PHK, dengan sektor industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar. Kondisi ini menurunkan daya beli masyarakat, menghambat produktivitas, dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Strategi Kebijakan: Menjamin Pasar dan Menguatkan Daya Saing
Pemerintah memiliki peran penting untuk memastikan industri nasional bangkit dan bersaing. Beberapa langkah strategis yang perlu diambil meliputi:
Pertama, Pengendalian Impor yang Ketat
Pemerintah harus membatasi impor produk jadi yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Pengaturan dapat mencakup volume, spesifikasi, dan pelabuhan pemasukan, sehingga harga produk impor tidak jauh lebih murah daripada produk lokal. Langkah ini akan melindungi industri nasional dari persaingan yang tidak sehat.
Kedua, Optimalisasi Belanja Pemerintah dengan TKDN
Dalam pengadaan barang dan jasa, pemerintah harus memastikan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selain itu, badan usaha milik negara juga perlu meningkatkan nilai TKDN dalam setiap pengadaan mereka untuk memprioritaskan produk lokal.
Ketiga, Insentif bagi Industri Padat Karya
Untuk meningkatkan daya saing, industri padat karya perlu didukung melalui subsidi, baik untuk energi maupun kebutuhan nonenergi. Subsidi juga dapat diberikan dalam bentuk pinjaman modal usaha dengan bunga rendah dan skema pengembalian jangka panjang bagi pengusaha yang menciptakan lapangan kerja.
Pengawasan implementasi kebijakan ini dapat melibatkan pihak ketiga independen untuk memastikan efektivitasnya.