Dalam beberapa tahun terakhir, konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) menjadi semakin populer di kalangan dunia bisnis dan investasi. ESG tidak lagi hanya menjadi slogan, melainkan sudah menjadi salah satu faktor utama dalam penentuan strategi korporat. Mengapa ESG menjadi tren saat ini? Berikut beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Dari Shareholder Capitalism ke Stakeholder Capitalism
Selama bertahun-tahun, konsep shareholder capitalism menjadi pegangan utama bagi banyak perusahaan. Dalam konsep ini, tujuan utama bisnis adalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya guna memberikan manfaat bagi pemegang saham. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran global terhadap dampak lingkungan dan sosial, konsep ini mulai bergeser menuju stakeholder capitalism. Dalam stakeholder capitalism, perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi juga kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk karyawan, masyarakat sekitar, konsumen, dan lingkungan. Kesadaran ini menekankan pentingnya perusahaan dalam memberikan manfaat lebih luas dan bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Nilai ekonomi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang bisa dicapai dengan mengorbankan aspek lingkungan dan sosial. Pandangan ini sebenarnya telah dicetuskan dalam Brundtland Report atau "Our Common Future" yang menyatakan bahwa "kebutuhan manusia hari ini tidak boleh mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka." Artinya, pertumbuhan ekonomi harus beriringan dengan pelestarian lingkungan dan keadilan sosial. Konsep ini menjadi dasar dari ESG, di mana perusahaan diharapkan mampu mencapai keberlanjutan tanpa harus mengorbankan keberlangsungan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
ESG sebagai Kebutuhan Investor
Tren ESG juga tidak lepas dari peran investor. Semakin banyak investor yang menyadari bahwa mereka memiliki peran penting dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Investor mulai lebih selektif dalam menanamkan modalnya dan mengutamakan perusahaan-perusahaan yang menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan melalui penerapan prinsip ESG. Bagi para investor ini, keberlanjutan bukan hanya soal reputasi atau tanggung jawab sosial, tetapi juga mencerminkan manajemen risiko jangka panjang. Perusahaan yang menerapkan ESG cenderung lebih mampu menghadapi tantangan-tantangan seperti perubahan iklim dan regulasi baru, sehingga dinilai lebih menarik untuk diinvestasikan.
Saat ini, perusahaan tidak lagi hanya berfokus pada Key Performance Indicator (KPI) seperti pendapatan dan laba. Banyak perusahaan mulai memasukkan indikator keberlanjutan dalam penilaian kinerjanya, seperti pengurangan emisi karbon, penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah, serta kesejahteraan karyawan. Indikator-indikator ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya berusaha untuk mencapai keuntungan finansial semata, tetapi juga untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat.
Penerapan ESG saat ini mungkin masih bersifat sukarela, namun tren global menunjukkan bahwa hal ini akan menjadi kewajiban di masa depan. Kebijakan seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR), Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), dan inisiatif hijau dari China menunjukkan bahwa aspek keberlanjutan akan menjadi persyaratan utama dalam perdagangan internasional. Jika perusahaan tidak beradaptasi dengan standar-standar ini, mereka berisiko kehilangan akses ke pasar global. Maka dari itu, perusahaan harus mulai berbenah agar dapat memenuhi standar ESG yang semakin ketat dan meluas.
ESG Sebagai Investasi Bukan Biaya
Pada akhirnya, penerapan ESG tidak lagi dipandang sebagai beban biaya, melainkan sebagai investasi bagi keberlanjutan perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang berkomitmen terhadap ESG cenderung lebih tahan terhadap risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola yang mungkin muncul di masa depan.