Lihat ke Halaman Asli

Rido Nugroho

Public Policy and ESG Enthusiast

EUDR Jadi Pemicu Reformasi Pertanian Indonesia

Diperbarui: 10 Agustus 2024   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber :aprn

Mulai 1 Januari 2025, regulasi European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) akan diberlakukan secara penuh. Regulasi ini mengharuskan semua komoditas seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan kayu yang masuk ke pasar Uni Eropa dipastikan berasal dari sumber yang legal, bebas dari deforestasi, dan dapat dilacak jejaknya (traceable). 

Adanya persyaratan yang ketat ini menjadi tantangan besar bagi para eksportir Indonesia yang selama ini mengandalkan pasar Eropa sebagai salah satu tujuan utama ekspor komoditas.

Meskipun Uni Eropa bukan satu-satunya pasar ekspor utama bagi Indonesia, namun pasar ini menawarkan harga yang lebih premium dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini dikarenakan konsumen Eropa umumnya memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap kualitas produk dan keberlanjutan lingkungan. 

Jika nantinya produk Indonesia tidak dapat lagi menembus pasar Eropa akibat regulasi EUDR, maka daya tawar produk Indonesia di pasar global secara keseluruhan akan menurun. Akibatnya, harga ekspor produk-produk Indonesia berpotensi mengalami penurunan yang signifikan.

Pasar Ekspor Indonesia diambil Negara Lain

Sementara Indonesia masih berjuang untuk memenuhi persyaratan EUDR, negara-negara pesaing seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah lebih siap menghadapi regulasi ini. Negara-negara tersebut telah memiliki database nasional yang lebih baik, proses perizinan yang lebih mudah, dan sistem pelacakan yang lebih terintegrasi. Keunggulan kompetitif ini memungkinkan mereka dengan cepat menguasai pasar yang ditinggalkan oleh Indonesia.

Kabar buruk datang dari para pelaku usaha di Indonesia. Sejumlah besar buyer dari Uni Eropa telah mengkonfirmasi bahwa mereka tidak akan lagi melakukan pembelian dari Indonesia. Alasannya, Indonesia dinilai belum sepenuhnya memenuhi persyaratan EUDR. Ancaman denda sebesar 4% dari total omset tahunan bagi perusahaan yang melanggar regulasi ini membuat para buyer enggan mengambil risiko. Akibatnya, banyak pesanan dialihkan ke negara-negara pesaing seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand.

Hambatan dalam Memenuhi Persyaratan EUDR

Eksportir Indonesia terkendala oleh beberapa faktor dalam pemenuhan EUDR. Pertama, kesulitan dalam memenuhi aspek legalitas produksi, terutama terkait kepemilikan lahan dan izin usaha. Kedua, adanya pemahaman yang berbeda mengenai larangan berbagi data geolokasi, yang diperlukan untuk melacak asal usul komoditas.

Indonesia sebenarnya memiliki instrumen yang cukup potensial untuk memenuhi aspek legalitas dalam rangka memenuhi persyaratan EUDR, yaitu Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Dokumen ini memuat informasi geospasial yang dapat menunjukkan bahwa komoditas tidak berasal dari kawasan hutan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline