Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Pintu Air Karet. Sabtu (21/3/2015).
Salah satu hasil hak angket mengulirkan satu keputusan bahwa Ahok tidak memiliki etika. Etika Ahok dipandang buruk oleh sebagian besar anggota DPRD. Anggota DPRD, penulis anggap pilon. Ahok tak beretika memang sudah pembawaan dari lahir, jauh sebelum dia jadi Wagub, maupun Gubernur DKI. Ahok sudah memiliki karakter kasar, tak mudah kompromi, dan ditunjang memiliki keberanian tingkat tinggi.
Ada banyak spekulasi tentang hal-hal yang menyebabkan Ahok kasar, diantaranya ;
- Ahok sebagai individu yang datang dari kaum minoritas. Sikap galaknya ingin membuktikan bahwa minoritas bukan jadi bahan obyek atau korban dari kaum mayoritas. Diharapkan dengan galaknya Ahok, walaupun cenderung kasar memberi inspirasi bagi suku Tionghoa, khususnya yang ada di Jakarta berani melawan siapa pun, sekalipun suku Betawi, jika merasa diperlakukan tidak adil.
- Ahok adalah datang dari pengusaha dan memiliki kekayaan segudang. Kekayaan yang berlimpah dari perusahaan keluarganya sudah cukup menghidupi 7 turunan. Makanya Ahok berani ceplas-ceplos, bahkan paling gila dari pernyataan Ahok, yakni bahwa dia akan membekukan gaji DPRD. Ini hal yang edan, tidak mungkin pernyataan tersebut keluar bila yang mengucapkan datang dari seorang birokrat murni. Ahok jelas bukan birokrat murni. Bilamana dia dipecat, tentu tidak memberi dampak apa-apa dari segi kekayaannya.
- Ahok bernapsu ingin merubah prilaku para anggota DPRD yang selama ini terlena dengan fasilitas dan kekayaan negara yang sarat penuh intrik korupsi. Dia tidak mau tunduk oleh kekuasaan legislatif, dengan kata lain, dia sebagai eksekutif ingin menjadi pengendali kebijakan, termasuk dalam hal anggaran.
- Ahok ingin menjadikan sikap kasarnya jadi media atau gaya kepemimpinannya, sehingga pada ujungnya akan menjadi trending topik pembicaraan di masyarakat. Semakin kasar, semakin bagus, semakin terkenal di masyarakat, dan tentunya memiliki nilai jual politik ke depannya, dan sudah pasti makin dibutuhkan oleh kalangan tertentu yang menyukai gaya kepemimpinan Ahok.
Bahasa Toilet, kebun binatang, dan kata-kata lain kerap diucapkan Ahok ke siapa saja, terutama anggota DPRD. Maka tak usah heran, bilamana bahasa kasar Ahok mengalami pembalasan dari anggota DPRD dengan bahasa yang tak kalah kasarnya. Dampak yang paling buruk dari gaya bahasa kasar Ahok dan DPRD menjadikan pemahaman bahasa kasar jadi hal biasa dalam urusan politik.
Tapi hidup tidak selalu terkait dengan politik. Bahasa kasar Ahok, seperti kata-kata toilet yang beberapa waktu lalu, dia ucapkan di salah satu stasiun TV mendapat perhatian dari kalangan masyarakat, tak terkecuali oleh anak-anak. Sudah pasti akan menimbulkan ekses negatif. Ahok berjanji untuk mengerem tidak menggunakan bahasa kasar ketika ditegur JK. Tetapi kayanya susah, selain karena pembawaan. Ahok pun memiliki misi dengan bahasa kasar tersebut sesuai 4 hal spekulasi yang disebutkan sebelumnya. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H