Kompas.com
Dari hasil voting yang diputuskan tadi malam membuahkan hadiah yang paling indah dari KMP untuk SBY yakni Pilkada tak langsung melalui DPRD. Hadiah tersebut sebenarnya adalah buah keinginan SBY sendiri untuk rakyat. Selama 10 tahun pemerintahan SBY, acapkali rakyat yang tak bersalah seringkali dijadikan obyek dari para kandidat agar mau menerima amplop/suap, dengan harapan rakyat mau mencoblos si kandidat yang memberi uang. Dan dengan diterimanya mekanisme Pilkada lewat DPRD telah menutup peluang rakyat untuk tidak terlibat langsung dengan politik uang. Namun demikian, tidak serta merta money politik bergeser ke anggota DPRD. Anggota DPRD sekarang tidak seperti anggota DPRD jaman orde baru. Anggota DPRD sekarang berasal dari pelbagai kalangan profesi, bahkan di Serang, ada anggota DPRD berasal dari tukang pijit. Tentunya mereka akan berpikir ulang jika bermain politik uang saat pemilihan kepala daerah. Selain itu, peran KPK pun harus diberi wewenang lebih besar dalam upaya mengawasi anggota DPRD, tidak hanya sekedar menangkap anggota DPRD yang tersandung korupsi seperti yang sudah-sudah.
Opsi yang dipilih pada Rapat Paripurna DPR (26/9) harus dilalui melalui voting. Dan akhirnya mengantarkan pada pilihan opsi pilkada dipilih melalui DPRD dengan jumlah pemilih 226 anggota DPR yang terdiri Partai Gerindra, PAN, Golkar, PPP dari , sedangkan opsi Pilkada secara langsung dipilih oleh 135 anggota berasal dari PDI-P, PKB, HANURA serta plus beberapa anggota Golkar dan Demokrat.
Pilkada lewat DPRD harus diakui sebagai pilihan terbaik yang tentunya masih harus dibuktikan validitas kebenarannya. Sebelum pilkada langsung, Indonesia pernah menggunakan mekanisme pilkada lewat DPRD. Tak sedikit banyak kepala daerah terlibat korupsi, tapi tunggu dulu, saat itu belum ada KPK. Maka dari itu pilkada lewat DPRD inilah, akan jadi momentum yang baik untuk KPK menangkap para koruptor di lingkungan DPRD terkait dengan pilkada. Pilkada langsung seperti yang sudah berlangsung selama 10 tahun tidak memberikan solusi pendidikan bagaimana cara berdemokrasi yang sehat. Justru yang ada, ongkos politik yang demikian mahal, selain praktek kotor politik uang sangat masif, bukan saja rakyat kecil saja yang terlibat, tetapi para pengusaha dan broker politik, termasuk di dalamnya lembaga-lembaga survey. Akibatnya banyak kepala daerah yang tersandung korupsi karena tuntutan hutang dari besar biaya kampanye. Memang ada juga tokoh pemimpin muda yang baru, berani, tegas, cerdas, bertanggungjawab, berkualitas seperti Ahok, Jokowi dan sebagainya, dari pilkada langsung, tetapi hitungannya hanya sejari kuku dibandingkan dengan pemimpin yang sudah dijebloskan di penjara.
Kelemahan dari pilkada lewat DPRD adalah hak rakyat untuk memilih telah dipreteli. Tetapi harus diingat kelemahan tersebut telah menjadi kekuatan untuk rakyat. Anggaran negara yang tergolong besar dalam pembiayaan pemilukada langsung dapat dialihkan untuk anggaran kebutuhan rakyat. Anggaran tersebut jauh lebih bermanfaat untuk membangun seribu jembatan permanen di seluruh pelosok negeri ini, atau juga dapat membiayai subsidi uang kuliah bagi keluarga yang tidak beruntung. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat akan terwujud dengan adanya pilkada lewat DPRD, karena akan banyak tambahan anggaran yang mengalir untuk kebutuhan rakyat.
Jadi kalau dikatakan bahwa Pilkada lewat DPRD adalah kemenangan rakyat adalah benar adanya, karena tidak akan jadi obyek politik uang, perpecahan antar wilayah karena beda kepentingan tidak akan terjadi lagi. Rakyat akan kembali hidup tenang. Petani akan kembali ke sawah tanpa ada rongrongan politik pada saat pilkada, begitu pun dengan nelayan akan kembali melaut, Dan aparat pemerintah tidak akan merasakan ketakutan lagi bakal dipecat lantaran tidak memilih salah satu inkumbent. Semua rakyat hidup damai dan tentram, dengan terpenuhinya biaya hidup murah. Terima kasih, kepada anggota DPR yang telah memutuskan pilkada lewat DPRD. Semoga dirimu amanah, karena rakyat menggantungkan pilihan kepala daerah kepada DPRD. Mangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H