Lihat ke Halaman Asli

Dean Ridone

Saya Hanya orang Biasa

Menghitung Hari Nasib KPK

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Photo : Tempo.com

Satu per satu pimpinan KPK dilaporkan. Terakhir, pimpinan KPK yang dilaporkan ke kepolisian adalah Johan Budi. Johan Budi dilaporkan berkaitan dengan pertemuannya dengan Nazarudin, tersangka kasus Hambalang. Dengan dilaporkan Johan Budi, praktis KPK sudah tidak memiliki kekuatan untuk memberantas kasus korupsi. Hal tersebut melonggarkan celah peluang bagi para koruptor kelas berat bisa tersenyum puas, lantaran selama ini KPK yang menjadi batu sandungan penghalang mereka untuk berbuat korup sudah terpecah belah.

Tanda kelumpuhan KPK diawali dari dipersangkakan BG pada kasus rekening gendut. Rupanya BG bukan ikan cucut atau ikan marlin, tetapi sudah menjadi paus. Sekali ditangkap dia akan lincah bergerak keluar dari air, lalu melayang ke udara mencari udara, kemudian kembali menjatuhkan ke air. Cipratan air menyebar kemana-mana.

Cipratan air ke atas mengenai Megawati, Jokowi, dan segerombolan anggota DPR. Masing-masing memiliki kepentingan. Megawati menganggap BG sebagai perisai dirinya agar lepas dari bidikan KPK terkait kasus-kasus yang menimpanya, sementara Jokowi bergantung pada kemauan Megawati. Apa yang dimau Megawati sudah menjadi akan menjadi keputusannya. Itulah sebabnya kenapa Jokowi mulai ikut-ikutan diam seperti halnya Mega. Adapun para anggota DPR memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mereka bergerak menunggu lenggah keputusan Jokowi.

Cipratan air ke kanan menimpa beberapa kader PDIP. Seorang Hasto bak pahlawan kesiangan membeberkan aibnya Samad, yang padahal sesunguhnya merupakan aibnya PDIP dan Jokowi. Jika Samad terjerat hukum karena deal politik tidak berarti Hasto bisa lepas dari jerat hukum. Kedatangan Samad ke markas PDIP tentu atas dasar undangan PDIP, belum jelas, apakah undangan tersebut atas nama pribadi atau institusi. Jika atas nama pribadi tidak ada yang salah. Kalau pun Samad mau dicalonkan jadi wapres tidak ada yang salah. Siapa pun warga negara yang sehat wal afiat memiliki kapasitas memimpin layak dicalonkan jadi wapres.

Tidak terbatas pada Hasto, dua hari setelah dibukanya aib Samad terkuak lewat artikel "Rumah Kaca Abraham Samad". Giliran anggota PDIP lain Sabran melaporkan BW atas saksi palsu berujung pada penangkapan BW. Dan tak lama kemudian BW ditetapkan sebagai tersangka. Dengan ditetapkan BW sebagai tersangka menjadi alat balas dendam dari kubu BG.  Kedudukan sementara Polri vs KPK ,1:1. Kedudukan bisa berubah menjadi 1-0 untuk KPK jika BG berhasil memperadilkan KPK, hingga membuat dia lolos dan dilantiknya dia sebagai kapolri.

Cipratan air ke kiri mengarah kepada pihak-pihak lain yang memang tidak suka kepada KPK. Akibatnya dua pimpinan KPK, yakni Adnan dan Pandu dilaporkan ke Bareskrim dengan berbeda kasus. Terakhir Johan Budi harus dilarikan ke Bareskrim oleh pihak-pihak tertentu atas deal politik dengan Nazarudin. Praktis KPK dibuat lumpuh tak berdaya.

Cipratan air ke bawah menggantung pada isu-isu fitnah yang tak kalah sadisnya. Abraham dilaporkan berfoto amoral dengan seorang perempuan asli Pontianak. Laporan datang dari komplotan PDIP yang kemudian diamini oleh politisi Nasdem yang secara gamblang mengakui bahwa dialah yang memfoto adegan Samad di atas ranjang. PDIP dan juga Nasdem, tak henti-hentinya menyebarkan isu fitnah kepada Samad. Hebatnya Samad tetap berdiri dan bersikukuh bertahan dengan pendiriannya, sambil tetap bekerja menyelesaikan kasus-kasus korupsi lainnya.

Poster koruptor KPK Harus Mati yang dirilis ICW

Poster koruptor KPK Harus Mati yang dirilis ICW (republika.com)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline