Nama : Ridona Marta Derica
NIM : 07041382126160
Konflik Israel-Palestina telah berlangsung selama puluhan tahun, bahkan bisa dikatakan berakar sejak berdirinya negara Israel pasca Perang Dunia 2. Rakyat Palestina telah lama hidup dalam tekanan, intimidasi, dan pelanggaran HAM yang sistematis dan masif dari militer maupun pemukim Israel. Situasi ini tentu saja menimbulkan rasa prihatin dan simpati masyarakat internasional terhadap penderitaan panjang yang dialami rakyat Palestina.
Salah satu bentuk dukungan konkret adalah dengan menyerukan boikot produk dan perusahaan Israel, baik itu bidang konsumen maupun teknologi tinggi, yang dianggap turut mendanai dan menopang pendudukan serta ekspansi pemukiman ilegal Israel ke wilayah Palestina.
Namun beberapa kalangan juga mengajak memboikot produk-produk khas Amerika Serikat, seperti Starbucks, Apple, Nike, McDonald's, Boeing hingga Hollywood. Alasannya sederhana, Amerika Serikat selama puluhan tahun menjadi pendukung utama Israel baik secara ekonomi, politik, dan militer. Tanpa bantuan serta "payung" Amerika, tentu rezim Israel tak akan setenang ini terus menerus melanggar hukum humaniter internasional dan HAM warga Palestina melalui agresi militer yang brutal dan kebijakan apartheid.
Kemudian, apakah sikap memboikot produk AS ini sudah tepat dan akan efektif membantu meringankan penderitaan rakyat Palestina di bawah pendudukan Israel? Atau justru akan kontraproduktif?
Jika kita teliti lebih cermat, pemboikotan produk dan brand Amerika ini sesungguhnya kurang tepat sasaran. Pasalnya, meski memang pendukung utama Israel, Amerika Serikat sejatinya bukan satu-satunya sekutu Israel di kancah global. Negara-negara Eropa Barat seperti Inggris, Prancis dan Jerman juga turut memberikan dukungan serupa, politik maupun ekonomi, kepada Israel selama beberapa dekade belakangan.
Kemudian yang juga perlu diperhatikan, pemboikotan produk Amerika seperti iPhone, Starbucks dan McDonald's ini, pada kenyataannya justru akan merugikan dan menyudutkan perusahaan serta pekerja Amerika yang secara individu belum tentu memiliki andil apapun dalam menentukan kebijakan Timur Tengah pemerintah negaranya. Jelas hal ini tidaklah adil dan bahkan berpotensi memicu antipati publik Amerika pada kampanye Palestina itu sendiri.
Selain itu, Amerika Serikat juga notabene menjadi salah satu mitra perdagangan dan investor terbesar bagi Indonesia dengan nilai mencapai puluhan miliar dolar AS setiap tahunnya. Jelas, pemutusan hubungan ekonomi sepihak ini hanya akan kontraproduktif dan pada akhirnya merugikan perekonomian Indonesia sendiri.
Oleh sebab itu, upaya paling efektif dan tepat sasaran untuk menekan Israel agar mengakhiri segala kekejaman terhadap warga Palestina sesungguhnya bukan dengan main hakim sendiri melalui aksi boikot produk AS secara membabi-buta. Melainkan dengan Bantuan dan Advokasi Langsung ke Palestina.
Misalnya dengan cara menyumbang dan mengirimkan bantuan kemanusiaan atau menjalankan proyek sosial di Palestina bagi korban kekerasan dan tekanan Israel. Atau melakukan tekanan politik dan advokasi kemanusiaan baik kepada pemerintah sendiri, PBB dan lembaga internasional lain untuk secara aktif mengusahakan resolusi damai atas konflik ini di meja perundingan.