Apa kabar kasus IM2? Pertanyaan semacam ini bisa dijadikan corong untuk pertanyaan yang lebih luas. Apa kabar regulasi telekomunikasi Indonesia? Apa kabar para penegak hukum yang terhormat? Sudah berbuat keadilan untuk negeri ini? Ya, kasus IM2 adalah kasus berlarut-larut yang belum mendapat penyelesaiannya di Indonesia. Hal ini berawal dari ketidakpahaman beberapa oknum terhadap UU Telekomunikasi. Tidak paham, wajar, karena tidak semua hal orang harus khatam dan tahu. Tapi ini bisa menjadi masalah yang rumit ketika ketidakpahaman tersebut dijadikan landasan atau dasar berpikir para pemegang keputusan. Apalagi pemegang keputusan tersebut adalah aparat hukum. Kalau seperti ini, Indonesia mau dibawa kemana?
Sebut saja ketika beberapa tahun yang lalu, Kejaksaan Agung menilik kerjasama antara Indosat dan IM2 sebagai sebuah pelanggaran yang merugikan negara. Tuduhan yang berujung menjadi dakwaan ini akhirnya memutuskan Indar Atmanto, mantan Dirut IM2 bersalah dan harus menjalani kurungan penjara selama 8 tahun di Sukamiskin, Bandung. Tak hanya itu, IM2 selaku perusahaan yang katanya merugikan negara harus membayar uang pengganti sebesar Rp 1,3 triliun. Padahal banyak pihak, seperti Kemenkominfo, ahli IT, hingga ahli hukum mengatakan jika kerjasama yang dilakukan antara Indosat dan IM2 adalah kerjasama yang wajar dan biasa dilakukan juga oleh perusahaan-perusahaan lain. Pihak-pihak tersebut juga telah memberikan pernyataan sekaligus masukan pada Kejaksaan, tapi sayangnya masukan tersebut menguap begitu saja.
Melihat hal ini, Rudiantara, selaku Menkominfo juga turut memberikan perhatiannya terhadap kasus IM2. Beliau menegaskan jika kita harus sama-sama mengawal kasus IM2 ini hingga tuntas. Caranya adalah dengan mengawal proses peradilan yang berlaku. Rudiantara pun berharap agar Peninjauan Kembali (PK) yang akan diajukan pihak Indar Atmanto dan IM2 bisa berjalan dengan lancar dan baik.
Harapan ini tak hanya disampaikan oleh beliau. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Asosiasi Pengelola Jasa Internet Indonesia (APJIII) juga menyampaikan harapan serupa. Namun lebih dari sekedar tuntasnya kasus IM2 dan dibebaskannya Indar Atmanto dari dakwaan. Kedua lembaga ini juga mengharapkan adanya revisi terhadap UU Telekomunikasi yang dinilai masih memiliki beberapa pasal karet, sehingga bisa menyebabkan salah tafsir.
Itulah mengapa sejak awal disebutkan jika kasus IM2 ini bukanlah sekedar sebagai sebuah kasus kecil. Kasus ini bisa menjadi gambaran akan lenturnya UU Telekomunikasi negara kita, sekaligus bisa menjadi batu loncatan agar pemerintah dan lembaga terkait terus memperbaiki sistem regulasi yang ada.
Baca lebih lanjut:
http://m.tempo.co/read/news/2015/02/12/093641860/Kasus-IM2-BRTI-Minta-Aturan-Frekuensi-Direvisi
https://m.liputan6.com/tekno/read/2174392/brti-kasus-indosat-im2-salah-kamar
http://tekno.liputan6.com/read/2174311/hindari-kiamat-internet-pemerintah-diminta-revisi-uu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H