Infotainment menjadi salah satu bentuk hiburan yang menjadi kesukaan masyarakat di Indonesia. Menurut Matthews (2018) infotainment muncul melalui pengaburan batas antara informasi serta hiburan dalam sebuah program berita televisi dan program current affairs baik dalam pemilihan berita, misalnya dengan lebih menekankan pada gosip selebriti, kisah kriminal, serta kisah-kisah yang menarik dalam penyajiannya secara gaya, melalui grafis yang mencolok, penyuntingan yang serba cepat, musik, efek suara serta segi nada. Di Indonesia sendiri infotainment dimaknai menjadi sebuah informasi terkait hiburan, sehingga sisi hiburan menjadi subtansi untuk disampaikan pada masyarakat.
Infotainment menjadi produk jurnalistik karena terdiri dari bagian untuk menyiarkan berita tentang peristiwa atau kejadian sehari-hari. Dalam menghadapi perkembangannya, infotainment menuai banyak kritik terutama dari sisi jurnalistik. Menurut sisi jurnalistik sendiri, terdapat beberapa penyelewengan yang dilakukan wartawan infotainment misalnya. Saat meliput peristiwa sebuah berita dan mencari berita wartawan seringkali mengabaikan kode etik jurnalistik yang ada (Iswandi,2006). Memang tidak semua pekerja infotainment di Indonesia dapat dikatakan melakukan pekerjaan sesuai dengan aturan yang ada. Meskipun aturan serta regulasi ditetapkan oleh pemerintah dan organisasi profesi, namun terdapat beberapa pelanggaran yang terjadi di dalam industri.
Salah satu pelanggaran yang sering terjadi pada pekerja infotainment adalah tidak menghormati hak privasi seseorang. Privasi (privacy) atau private space secara singkat dapat diartikan sebagai peluang dalam menciptakan kesendirian (Yusuf,1991). Seringkali wartawan infotainment mengabaikan kode etik jurnalistik seperti menganggu privasi selebritas yang akan digali berita terbarunya. Seseorang yang memiliki kedudukan di mata masyarakat tertentu juga memiliki hak-hak pribadi dan bukan milik masyarakat. Batasan seperti ini juga semakin sulit ditemukan, apakah ketika seseorang telah memiliki fungsi tertentu dalam sebuah masyarakat dengan demikian sudah tidak memiliki hal pribadi dan semua tingkah lakunya harus diawasi ?
Para pakar hukum di Indonesia sendiri menemui kesulitan dalam menentukan perundang-undangan khususnya dalam hukum pidana terhadap perlindungan hak privasi atau kehidupan pribadi seseorang ini. Di dalam kode etik jurnalistik, yang dimaksud dengan tidak melanggar privasi merupakan bentuk mematuhi hak untuk "sendiri" yang dimiliki individu, baik yang menjadi objek pemberitaan maupun yang menjadi narasumber. Pelanggaran seperti ini sering terjadi karena terdapat beberapa asumsi pada kalangan wartawan bahwa peristiwa rutin tidak akan menghasilkan sebuah berita yang fenomenal pada masyarakat sehingga wartawan lebih mengulik peristiwa penting yang seharusnya menjadi privacy seorang tokoh publik. Bagaimanapun hak pers dalam melaporkan sesuatu harus terdapat Batasan pada hak pihak lain untuk dilaporkan termasuk hak seseorang atau keluarga atas privasi yang dimiliki mereka.
Permasalahan pribadi yang selalu dipandang peka oleh jurnalistik di dunia, walau mungkin masih terdapat kaitannya dengan kepentingan umum. Tayangan infotainment yang cenderung disorot banyak masyarakat adalah terkait gosip secara detail ketimbang fakta, melanggar hak privasi orang lain, melanggar asas praduga tak bersalah, mengindahkan kaidah etik jurnalistik, mengabaikan etika mendidik dan batasan tayangan komunikasi dan informasi yang singkat. Pada dasarnya tayangan infotainment telah menyimpang dari etika dan norma agama, Al Qur'an dan Hadist melarang membuka aib orang dan agama menyatakan hukumnya haram, kecuali untuk kepentingan syar'i dan kesehatan, sebatas informasi tanpa berekspresi yang benar (Hendrawati, 2016).
UU No. 40 Tahun 1999 telah menegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas, fungsi hak kewajiban dan perannya, pers harus menghormati hak asasi setiap orang karena dituntut pers yang professional dan terbuka dipantau oleh media watch dan dewan pers. Pelanggaran pasal tersebut serta penyimpangan etika yang dilakukan pekerja infotainment tersebut bersentuhan dengan pasal 335 KUHP berupa perbuatan tidak menyenangkan. Meskipun tidak menimbulkan bahaya fisik namun, rasa cemas, khawatir dapat menimbulkan perasaan tidak enak bagi korban sehingga berdampak pada mental seseorang.
UU RI No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), tidak mengindahkan teguran KPI dan melanggar pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan demi mengejar keuntungan berbasis pasar, maka hukum pidana yang bertugas menyelesaiakannya. Namun meskipun diatur sedemikian rupa pihak infotainment tetap tidak mengindahkan sementara sebagian penonton acara infotainment memang membutuhkannya karena dianggap bagian dari hiburannya. Oleh sebab itu, diperlukan regulasi yang benar-benar mengatur sikap serta etika wartawan dalam melakukan pekerjaannya sehingga tidak memberikan dampak yang begitu buruk dan besar pada seseorang yang diwawancarainya.
DAFTAR PUSTAKA
- Hendrawati. 2016. Tanggapan Masyarakat Terhadap Tayangan Infotainment Di Televisi Commonity Responses Against Infotainment Program At Television. Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Banjarmasin, 183-194.
- Matthews, G. Paul 2018. infotainment. Encyclopedia Britannica.
- Yusuf, Yusmar. 1991. Psikologi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H