Lihat ke Halaman Asli

Ridhwan EY Kulainiy

Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Gelas Kopiku: Menyikapi UU Cipta Kerja

Diperbarui: 7 Oktober 2020   03:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kopi baru saja diseduh, keringat masih mengucur selepas pemanasan pagi kemarin. Sebelumnya saya sudah membuka akun Twitter dan membaca beberapa berita yg muncul di timeline, sebegitu mudahnya jemari saya menekan re-tweet dan kutip beberapa postingan yg ramai bergulir di layar elektrika. UU Cipta Kerja, muncul kepermukaan dan disahkan lalu menuai banyak kontroversi. Berbagai elemen masyarakat bahkan ormas-ormas mengeluarkan pernyataan menolak UU Cipta Kerja yg diluncurkan oleh Omnibus Law, dan ini merupakan salah satu pembahasan yg sudah saya tunggu-tunggu Minggu ini. Tapi anehnya karena masih belum sadar betul pagi-pagi buta itu, saya asal saja baca dan men-share berita-berita yg tersebar ramai. Belum lagi jiwa aktivis yg tergerak, karena prihatin dengan kondisi buruh yg seolah makin hari makin diperah oleh para penguasa dan pengusaha.

Akhirnya saya menyadari, bahwa kejadian ini tidak jauh berbeda dgn apa yg terjadi beberapa waktu silam saat UU yg dianggap melemahkan KPK itu dicetuskan ke muka publik. Mulailah timbul pikiran positif dibalik kesegaran olahraga pagi itu, saya memutuskan berselancar di internet untuk memuaskan gelora keingintahuan saya itu. UU Cipta Kerja seperti sebuah bangunan dengan sekitar 1000 kamar. Sehingga unuk mengetahui dan memahami isinya, kita harus masuk dan menelusurinya. Menjamah tiap kata, mencumbu baris kalimat dan menelanjangi tiap paragraf tuk menguak makna. Dari draft yg jumlah halamannya mencapai 1900an, lalu draft lainnya yg lebih sedikit, saya berusaha memfokuskan beberapa point yg ramai dibicarakan publik tersebut terutama yg dinilai menindas buruh dan rakyat kecil.

Sampai akhirnya apa yg saya dapati di dalam UU CipKer membuat saya tercengang, pun dengan munculnya sebuah berita yg menyatakan bahwa point-point yg ramai tersebar di sosmed itu merupakan hoax belaka. Duss! Saya mengakui kelalaian saya yg terbawa emosional menanggapi berita tersebut. Akhirnya saya terus dalami dan selami. Postingan-postingan hoax itu tumpah ruah pula di story WhatsApp, dan membuat saya merasa harus meluruskan kesalahpahaman publik. Namun saya rasa itu saja belum cukup. Akhirnya selepas berdoa sehabis Isya, sambil mengerjakan beberapa pekerjaan design saya mengajak teman-teman kuliah untuk berdiskusi via Zoom mengenai pro-kontra UU CipKer tersebut.

Beberapa point yg dibahas adalah mengenai dihapuskannya Pesangon dan lalu dihapuskannya cuti haid dan hamil. Berfokus persoalan pada pesangon dan ketidak Adilan antara apa yg harus dialami pekerja dan perusahaan, sebab inilah yg dianggap paling krusial, tidak adil dan sangat merugikan buruh. Ternyata setelah kita diskusikan bersama dengan mengacu kepada beberapa draft terbitan mengenai UU CipKer, kami menemukan penjelasan yg cukup memuaskan. Bahwasanya, pesangon dihapuskan itu merupakan hoax belaka. Bagaimana penjelasannya? Pemerintah hanya merevisi kalkulasinya dari yg semula seorang karyawan di perusahaan yg sudah bekerja selama 24 tahun akan mendapatkan pesangon sebesar 32 kali upah, menjadi mendapatkan 25 kali upah. Dengan rincian 19 kali upah dibayarkan pemerintah dan 6 kali upah ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pertimbangan ini diambil karena yg sudah terjadi pun para karyawan yg di PHK harus menunggu waktu yg sedemikian lama dan panjang untuk dapat mencairkan uang pesangon tersebut. Nah kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi beban para pekerja yg terkena PHK. Bagi pembaca yg belum pernah bekerja sebagai buruh, perlu diketahui juga bahwa lamanya bekerja sebagai karyawan akan mempengaruhi besaran pesangon yg akan ia dapatkan ketika ia mengalami PHK dgn berbagai jenis alasannya.

Diskusi itu mengalir dan sangat argumentatif, sayangnya hasil recording dari laptop saya tidak maksimal sehingga tidak bisa saya posting ke channel YT. Pembahasan-pembahasan lainnya seperti cuti haid dan cuti hamil, masuknya TKA ke Indonesia yg kian dipermudah, lalu sampai penjelasan lebih lanjut mengenai latar belakang UU CipKer ini kita bahas. Mengenai cuti haid pun ternyata tidak banyak buruh yg mengetahui, sehingga mungkin tak di semua perusahaan menerapkan hal tersebut. Beberapa hal pun terungkap, seperti upaya pemerintah menarik investor asing, mencegah terjadinya praktek korupsi besar-besaran di otonomi daerah dan kemudahan-kemudahan serta bantuan yg diluncurkan pemerintah untuk memajukan UMKM dan koperasi. Awalnya penerapan otonomi daerah bermaksud agar daerah-daerah mampu mengundang investor dan mengembangkan potensi yg dimilikinya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Tapi nyatanya, karena pengawasan yg kurang ketat dari pusat tindakan-tindakan KKN malah terjadi secara besar-besaran, daripada melempar uang yg akan dikorupsi oleh orang-orang tak bermoral investor lebih memilih untuk menarik sahamnya. Beberapa tahun silam OTT terjadi di berbagai daerah, yg terparah di satu Provinsi hampir seisi gedung DPRD nya adalah pelaku korupsi.

Pada UU CipKer terbaru, pemerintah pusat akan memperketat pengawasan terhadap otonomi daerah. Sehingga para investor yg hendak masuk ke daerah harus melalui dan dalam pengawasan pusat. Langkah ini diharapkan dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya disini, dan tentu akan membantu perputaran roda perekonomian dalam negeri dengan waktu singkat. Apalagi dalam masa pandemi begini, sebenarnya ekonomi Indonesia memiliki potensi besar untuk bisa menjulang, hanya saja dibutuhkan modal besar untuk mewujudkan hal itu. Resesi sudah dicegah dengan keputusan hutang, dan digelontorkannya bantuan kepada masyarakat demi mencegah krisis terjadi. Sehingga satu-satunya jalan untuk mewujudkannya adalah dengan mengundang investor.

Belum lagi UU CipKer juga mendorong UMKM untuk bisa memajukan bisnis dsn perusahaannya, salah satunya dengan dimudahkannya dalam birokrasi dan tentu diringankan juga biayanya. Sebab beberapa waktu lalu banyak UMKM mengalami kendala untuk berkembang dikarenakan rumitnya birokrasi dan banyaknya pos-pos pungli demi memperoleh izin dan legalitas untuk bisa bertransaksi ke pasar yg lebih luas. Kata Fadli Zon, korupsi itu oli pembangunan.

Jadi, untuk teman-teman mahasiswa dan akademisi yg turun ke jalan dan melakukan demonstrasi serta kepada masyarakat yg merasa resah dan ikut melakukan aksi-aksi hingga merusak kendaraan polisi dan fasilitas publik. Saya sekedar mau mengingatkan, sudahkan kita membaca secara detil, terperinci dan jelas mengenai UU CipKer ini...?

Jika belum maka marilah kita sama-sama membacanya sebelum turun ke jalan, sebelum menyingsingkan lengan baju dan meneruskan perlawanan terhadap kezaliman. Bisa jadi setelah itu kita akan menyadari bahwa tidak sepatutnya kita merespon segala kebijakan pemerintah dengan arogansi dan sentimen, kita juga perlu meluruskan informasi yg kita dapatkan terlebih dahulu. Mendalaminya, memahaminya, lalu barulah kita bisa menentukan harus bersikap seperti apa terhadap UU CipKer ini. Salah satu persoalan bagi kita adalah kemalasan kita untuk mencari informasi dan membuktikan kebenaran. Selanjutnya, seringkali kita malu untuk mengakui kesalahan.

Saya pernah mempunyai mantan kekasih, yg bertanya kepada saya yg senang berdiskusi dengan teman-teman mengenai banyak hal.

"Apa sih manfaatnya kamu kumpul dan ngobrol-ngobrol gitu, cuma ngabisin uang buat beli kopi dan rokok aja...?" Pungkasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline