Lihat ke Halaman Asli

Ridhwan EY Kulainiy

Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Koffie Drinken 10: Perjalanan ke Rotterdam

Diperbarui: 21 Juli 2020   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kapal Tambora milik Rotterdamse di Teluk Biscaye. Sumber : asliindonesia.com

Pada permulaan Juni 1921, Hatta berangkat dengan sebuah kapal Rotterdamse Lloyd ke Sumatera Barat. Ia akan berkeliling untuk berpamitan kepada seluruh sanak saudara dan kerabatnya. 

Meski nampak kekecewaan di wajah Kakek Hatta, namun ia memasrahkan semuanya sebagai Takdir Allah SWT dan menerima keputusan Hatta untuk melanjutkan pendidikannya ke Rotterdam. 

Selama di Sumatera Barat Hatta sering ditemani oleh Zainuddin anak dari H. Rasjid, yang saat itu tengah duduk di bangku kelas III MULO. H. Rasjid merupakan seorang saudagar besar di Pasar Gedang. Zainuddin adalah seorang anak muda yang memiliki banyak cita-cita, banyak condong kepada pendirian Hatta di dalam JSB. Hatta menyarankan pemuda itu agar setamat di MULO hendaklah ia melanjutkan pelajarannya ke Nederlands Handels Hogeschool di Rotterdam.

Hampir sebulan lamanya Hatta berkeliling, dua hari sebelum keberangkatannya ia berada di Padang. Dua atau Tiga kali diadakan peretemuan dan diskusi bersama Engku Taher Marah Sutan. Bercakap-cakap dan bertukar pikiran mengenai hal yang dianggap penting.

Pada tanggal 3 Agustus 1921, Hatta berangkat dari Teluk Bayur dengan kapal Tambora kepunyaan Rotterdamse Lloyd menuju Rotterdam. Waktu ia pamitan dengan Engku Taher Marah Sutan, ia menerima sebuah amplop. Isinya ialau uang sebanyak f 500 sebagai sumbangan beberapa orang saudagar di Pasar Gedang. 

Di antara penumpang yang sama-sama tinggal di kelas2, kebanyakan orang Indo yang pergi verlof ke Nederland. Ada tiga orang mahasiswa dari HBS Surabaya yang akan meneruskan pelajaran mereka di Fakultas Kedokteran Universitas Leiden. Ada seorang sersan-mayor yang kebetulan sekamar dengan Hatta, seorang Belanda tulen. Perjalanan itu kira-kira akan memakan waktu sebulan lamanya.

Baru sesudah berlayar selama 10 hari kira-kira, kapal singgah di Pelabuhan Perim untuk mengambil batu bara. Itu merupakan sebuah Pulau kecil yang tandus, merupakan Pulau jajahan Inggris dan dipakainya semata-mata utuk meladeni kapal-kapal yang singgah dengan bahan bakar. 

Di belakang pulau itu di Semenanjung Arab terletak di Hadramaut, kota tumpah darah orang-orang Arab yang banyak datang ke Indonesia. Hatta melihat gelagat perdagangan yang aneh dari orang-orang Arab, sehingga timbul pertanyaan di benak Hatta. Apakah mungkin orang-orang semacam itu turunan Nabi Muhammad SAW, seperti yang dibeberkan di Hindia Belanda?

Sehari kemudian kapal kembali berlabuh di Perim. Pukul 17.00 senja ia berangkat menuju Laut Merah, menuju Port Said. Lamanya berlayar kira-kira empat hari empat malam. Sebagian besar penumpang kelas tiga turun ke darat. 

Di antara mereka ada yang pergi melihat piramida, di bawah pimpinan beberapa orang penunjuk jalan. Beberapa mengunjungi cafe dan terutama membeli rokok Clysma yang tersohor di waktu itu. Beberapa orang naik ke kapal untuk mencari uang lewat jasa meramalkan kehidupan pribadi seseorang, semacam dukun dan cenayang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline