Lihat ke Halaman Asli

Ridhwan EY Kulainiy

Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Koffie Drinken 3: Bung Hatta yang Penurut

Diperbarui: 26 Februari 2020   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah MULO, Ilustrasi : Bukit Tinggi Salingka Agam Heritage | https://melancongkebukittinggi.wordpress.com/

Pada pertengahan tahun 1913, Hatta kembali pindah sekolah. Kali ini ke Padang. Awalnya Hatta atas arahan dan usaha Kakeknya bisa mendapat pelajaran kursus bahasa Inggris dari Tuan Chevalier. Namun baru saja berjalan beberapa bulan, guru terbaik menurut Hatta itu mengalami kenaikan pangkat dan harus pindah kerja ke Betawi. Maka sejak saat itu diputuskan agar Hatta bersekolah di sekolah yang ada di Padang.

Bung Hatta sekolah di sekolah Belanda yang didalamnya juga diajarkan bahasa Perancis. Di dalam sekolah tersebut kebanyakan anak-anak Belanda, anak-anak Indonesia terhitung barangkali hanya ada tujuh atau delapan orang satu sekolah. Perpindahan ke Padang memberikan sebuah perubahan besar bagi pendidikan Hatta. 

Kepindahan ini ia alami karena Ayah Tirinya adalah seorang pedagang yang berpindah-pindah tempat, ditambah dalam beberapa dekade tersebut perekonomian sedang mengalami krisis sehingga Ayah Tiri Hatta harus mengambil beberapa keputusan yang terkesan mendadak untuk bisa menyelematkan usaha dan mensiasati pasar perdagangan.

Dari ayah tirinya itu, sedikit banyaknya juga Hatta mempelajari mengenai sikap perekonomian. Sejak tinggal dan ikut bersama ayah tirinya pula Hatta mulai belajar untuk mandiri. 

Sedari dahulu di Bukittinggi, selalu ada Paman dan Neneknya yang mengawasi waktu bermain dan waktu belajar. Ketika di Padang, Hatta merasa lebih bebas dan belajar mengatur waktunya sendiri. Kapan ia bisa bermain dan kapan ia harus mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar.

Saat duduk di bangku sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) atau jika disamakan dengan sekarang setingkat dengan SMP. Di tingkat itu Hatta mulai belajar bahasa Inggris, Perancis dan Belanda lebih dalam, juga mulai mempelajari bahas Jerman. Di waktu itu juga Hatta mulai bermain sepak bola di lapangan besar dengan bola yang ukurannya agak lebih kecil sedikit dari bola yang biasa digunakan. 

Hampir setiap sore Hatta pergi ke lapangan untuk bermain sepakbola bersama teman-teman sebayanya. Saat itu juga menjadi awal mulanya Hatta masuk ke dalam suatu perkumpulan dan mengenal organisasi, dimana anak-anak seusianya berkumpul bersama untuk bermain sepakbola dan membeli bola untuk kebutuhan perkumpulan dengan cara kolektif. 

Mulanya Hatta hanya menjadi anggota biasa, lambat laun ia didorong oleh kawan-kawannya untuk masuk ke dalam kepengurusan. Untuk pertama kalinya Hatta menjabat sebagai Bendahari merangkap juru tulis.

Perkumpulan olahraga itu diberi nama Swallow. Isinya kebanyakan anak-anak Indonesia kecuali seorang anak berdarah Belanda yang cakap menjadi penjaga gawang bernama George Scheemaker yang dalam pergaulannya lebih senang bergaul dengan anak-anak Indonesia. 

Meskipun Hatta begitu aktif dalam perkumpulan, ia selalu menjaga kedisiplinannya mengenai sekolah. Bagaimana ia bisa mengatur waktu bermain dan waktunya belajar, sifat itu begitu saja tumbuh dalam dirinya seiring dengan perjalanan hidupnya yang penuh dengan pembelajaran.

Menjelang pertengahan tahun 1916, Hatta lulus ujian masuk HBS yaitu sekolah menengah Belanda lima tahun. Namun sayangnya Ibu Hatta tidak mengizinkannya untuk berangkat ke Jakarta yang dahulu disebut dengan nama Betawi. Sebab diusianya yang baru berumur 14 tahun, Hatta dianggap belum siap untuk pergi ke Jakarta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline