Lihat ke Halaman Asli

Ridhwan EY Kulainiy

Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Koffie Drinken: Awal Perjalanan Hidup Mohammad Hatta

Diperbarui: 25 Februari 2020   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Turun Tangan Surabaya (https://turuntangansby.wordpress.com/)

Lanjutan.....

Awalnya keluarga sudah bersepakat bahwa Bung Hatta akan disekolahkan di sekolah rakyat selama lima tahun dan malam harinya belajar mengaji di surau Inyik Djambek. Tamat atau tidak sekolah rakyat, apabila ayah Gaek Bung Hatta pergi ke Mekkah untuk naik haji, ia akan ikut. 

Rencananya di Mekkah Bung Hatta akan dimasukkan ke sekolah agama dan apabila sudah selesai di situ, pendidikannya akan diteruskan ke Kairo. Meski rencana bersekolah ke Mekkah tidak berjalan sebagaimana direncanakan.

Saat sekolah di sekolah rakyat dan malam harinya mengaji di Inyik Djambek, Bung Hatta dapat dengan mudah menghapal huruf Arab dan cepat pandai membaca Juz'Amma, namun kelemahan Bung Hatta adalah ketika membacanya dengan cara dilagukan atau dialunkan sebagaimana biasa orang-orang membaca al-Quran dengan alunan yang merdu. 

Kebanyakan kawan-kawan kecil Hatta hanya mengaji di malam hari, dan siang harinya mereka hanya menghabiskan waktu dengan bermain-main saja, atau menolong orangtua mereka bekerja di sawah, menggembala kerbau, atau berdagang.

Saat duduk di kelas 1 sekolah rakyat, Bung Hatta termasuk anak yang sudah pandai membaca. Ia dapat naik ke kelas 2 dalam waktu empat bulan saja. Sistem pendidikan saat itu masih sedemikian ringkasnya, sehingga seseorang untuk dapat naik kelas hanya harus memenuhi beberapa hal dalam tes. Bung Hatta duduk di kelas dua bersama Rafi'ah kakak kandungnya. 

Di sekolah itu juga Bung Hatta untuk pertama kalinya mulai belajar Bahasa Belanda dengan seorang guru sekolah Belanda milik Tuan Jansen. Saat duduk di bangku kelas dua, kebanyakan siswanya merupakan anak-anak yang sudah lanjut usia. Bahkan ada yang sudah berusia 16 tahun dan tergabung ke dalam tim sepakbola orang dewasa. Hanya Bung Hatta dan kakaknya saja yang usianya kira-kira masih di bawah 10 tahun.

Karena di beberapa kota hanya terdapat satu atau dua sekolah rakyat, sehingga murid di sekolah tempat bung Hatta belajar muridnya terdiri dari berbagai daerah bahkan ada yang dari kota-kota sebelah. Anak-anak dari Kota Gedang yang merupakan tanah kelahiran H. Agus Salim. 

Anak-anak yang datang dari sana harus menempuh jarak yang lumayan jauh, menaiki gunung dan menyeberangi sungai serta lembah-lembah. Barulah mereka bisa sampai di pasar Bukittinggi dan selanjutnya bisa melanjutkan berjalan menuju ke sekolah. Itu dilakukan anak-anak dari Kota Gedang dua kali dalam sehari sebagai rutinitas selama beberapa tahun untuk mengenyam pendidikan.

Bung Hatta mengalami beberapakali pindah sekolah, saat duduk di pertengahan kelas III beliau terpksa pindah ke sekolah Belanda dan duduk di kelas II sekolah Belanda. Setahun setelahnya Kakek Hatta pergi ke Mekkah dan menurut rencana awal Hatta akan ikut bersamanya. 

Tetapi, beberapa minggu sebelum berangkat ada desakkan dari Ibu Hatta dan pamannya, supaya jangan Hatta ikut serta, melainkan pamannya yang bungsu saja yang ikut ke Mekkah, Idris. Karena Hatta dianggap terlalu muda untuk pergi ke Mekkah, sedangkan pengajian al-Quran pun belum tamat. Menurut pamannya lebih baik Hatta tamat sekolah dulu. Sesudah khatam Quran dan mulai mengaji Nahu dengan mengerti sedikit-sedikit bahasa Arab barulah nanti pergi ke Mekkah dan ke Kairo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline