Lihat ke Halaman Asli

Ridho Putranto

Pembelajar

Menakar Tingkat Stres di Kalangan Generasi Z

Diperbarui: 31 Juli 2024   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi: Canva 

Kesehatan mental adalah isu yang sering dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir yang kemudian berkembang menjadi kesadaran kolektif bagi beberapa individu yang menyadari betapa pentingnya kesehatan mental terlebih di era modern ini. Topik yang berkaitan dengan kesehatan mental adalah fenomena stres yang menguat belakangan ini.

Fenomena ini seakan menjadi keseharian bagi umat manusia modern dan berbagai faktor diduga menjadi variabel bagi munculnya stres. Mulai dari masalah finansial sampai masalah pekerjaan, hal ini yang menjadi pemantik  untuk timbulnya stres dalam kehidupan sehari-hari.

Stres dapat diartikan sebagai respons emosional terhadap situasi yang dianggap mengancam atau menantang. Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan reaksi secara psikologis yang ditimbulkan akibat adanya kondisi yang menekan seorang individu tersebut. Selain itu, stres dapat berdampak pada kesejahteraan fisik dan mental seseorang, tergantung pada bagaimana individu tersebut mengelola dan merespons stres tersebut.

Fenomena stres yang terjadi saat ini tak memandang usia. Mulai dari orang tua, remaja bahkan anak-anak pun rentan untuk terkena stres dan yang menjadi kelompok usia rawan dalam mengalami stres ialah kelompok usia remaja sampai dewasa awal. Usia remaja sampai dewasa awal ini yang sering disebut dengan generasi Z. Nampaknya, istilah ini sudah tak asing di telinga kita karena istilah ini sering menyebutkan fase perkembangan manusia yang dimana titik puncak produktif manusia berada di usia ini.

Generasi zoomer atau yang biasa disingkat generasi Z, merupakan kelompok individu yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Banyak yang menaruh ekspektasi pada generasi ini sebagai generasi gemilang yang akan membawa harapan dan impian bangsa agar lebih baik kedepan. 

Namun, terlalu banyak ekspektasi juga tidak baik. Nyatanya, generasi Z menghadapi tuntutan yang semakin menekan dalam konteks dunia modern. Dihadapkan dengan persaingan global yang ketat, perubahan teknologi yang pesat, dan ketidakpastian ekonomi, tingkat stres di kalangan Generasi Z menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan.

Menurut penelitian University College London, tingkat depresi pada Gen Z dua pertiga lebih tinggi daripada generasi sebelumnya, yaitu millenial. Hal ini juga didukung oleh hasil riset Pew Research Center yang menunjukkan bahwa sekitar 70 persen remaja Gen Z mengalami kecemasan dan depresi. Dan menurut laporan dari American Psychological Association, sekitar 91% dari generasi Z mengalami tingkat stres yang tinggi terkait dengan tuntutan akademik, tekanan sosial, dan kekhawatiran tentang masa depan.

Data tersebut menunjukkan prevalensi stres di kalangan generasi Z yang sangat tinggi. Hal ini tidak lepas dari variabel yang menjadi pemicu munculnya fenomena stres yang terjadi pada generasi Z. Salah satu faktor utama pemicu stres pada generasi ini adalah tuntutan akademis yang tinggi. Bagi generasi Z yang masih mengenyam bangku pendidikan, baik itu pendidikan menengah maupun tinggi, beban belajar yang berat serta tuntutan nilai yang tinggi, dapat menciptakan rasa cemas dan stres yang signifikan.

Saat ini, stres akademik menjadi momok menakutkan bagi pelajar dan mahasiswa. Stres akademik yang menghantui, menjadi akar dari berbagai permasalahan yang muncul baik depresi bahkan berujung pada bunuh diri. Stres akademik sendiri yang berkaitan dengan respon individu terkait berbagai masalah akademik yang muncul dan faktornya bisa dari luar diri individu maupun dari dalam diri individu yang menjadi penyebab lahirnya stres akademik. 

Di samping itu, tuntutan dalam dunia pekerjaan juga memberikan beban tersendiri. Bagi generasi Z yang telah memasuki dunia kerja, faktor ketidakpastian dan tuntutan kinerja yang tinggi menjadi salah satu hal yang membuat individu merasa tertekan. Tuntutan jam kerja yang panjang serta tekanan tugas dalam pekerjaan, dapat meningkatkan fenomena stres pada pekerja di kalangan generasi Z.

Peran dari teknologi yang semakin majuj uga turut andil pada tingginya tingkat stres pada generasi Z. Perkembangan media sosial, meskipun menawarkan koneksi dan informasi yang luas, juga memiliki dampak negatif pada kesehatan mental individu. Generasi Z seringkali membandingkan diri dengan orang lain di media sosial, yang dapat memicu perasaan rendah diri, kecemasan sosial, dan tekanan untuk tampil sempurna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline