Nama: Ridho Desta Alfian
NIM: 44323010102
Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Apollo , Ak , M. Si
Universitas Mercu Buana
Sebelum kita membahas materi mengenai "Diskursus Gaya Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara Pada Upaya Pencegahan Korupsi" alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu siapa sosok Ki Hajar Dewantara sebenarnya?
Ki Hadjar Dewantara
R.M. Suwardi Suryaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara (1889-1959) merupakan putera Pangeran Suryaningrat dan cucu Paku Alam III. Sejak kecil beliau telah merasakan pedihnya penjajahan Belanda yang begitu kejam. Hal itu diperkuat tatkala ia dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Rihlah keilmuannya banyak dihabiskan di sekolah Belanda pada tahun 1903-1909. Perkenalannya dengan Douwes Dekker di tahun 1909 membawanya pindah ke Bandung hingga bergabung di Indische Partij (Partai Hindia) yang kemudian menghantarkannya ke tempat pembuangan yakni Belanda. Selama di Belanda, ia mengamati bahwa pendidikan Belanda yang dinilai sebagai pendidikan "kolonial" di Indonesia itu sangat sesuai untuk anak-anak Belanda. Oleh karena itu, ia berkesimpulan bahwa pendidikan yang sesuai untuk Indonesia adalah pendidikan nasional, bukan pendidikan kolonial. Pendidikan yang bercorak Barat harus diselaraskan dengan konteks kultural keindonesiaan.
Pendirian Taman Siswa (TS) adalah bukti pengejawantahan dari magnum opus-nya sebagai maestro pendidikan Indonesia. Dengan mengusung sistem pendidikan among. Seorang pendidik, baik orang tua atau guru, dan pemimpin pantang bersikap tut wuri (permisif, keserbabolehan) atau handayani (otoriter), tetapi harus bersikap tut wuri handayani (otoritarian, di belakang memberi dorongan). Murid dibina agar mampu "berjalan sendiri", menjadi manusia merdeka yang dapat mengambil keputusan bebas (value judgement). Menurutnya, unsur-unsur Barat harus diselaraskan dengan tata nilai dan sosial budaya kehidupan bangsa. Prinsip harmoni merupakan prinsip dasar untuk "mencerna" pengaruh dari luar.