Lihat ke Halaman Asli

Ridho Dawam1

Mahasiswa

Ketika BEM Universitas Pasundan Kehilangan Esensinya sebagai Wadah Mahasiswa: Kendali Regenerasi oleh Cengkraman Kepentingan

Diperbarui: 30 Oktober 2024   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam perjalanannya, proses regenerasi di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pasundan (UNPAS) mengalami kemandekan yang tak hanya menunjukkan masalah internal, tetapi juga membuka dilema filosofis tentang tujuan mendasar dari sebuah organisasi mahasiswa. BEM yang seharusnya menjadi arena pengembangan kepemimpinan mahasiswa kini terjebak dalam jaringan kepentingan politik eksternal, menjadikannya kehilangan esensi sebagai wakil suara mahasiswa.

BEM dalam Perspektif Teori Sosial: Kontrak Sosial dan Tanggung Jawab Moral

Dari perspektif teori sosial, keberadaan organisasi mahasiswa seperti BEM dapat dianalisis melalui lensa kontrak sosial, sebagaimana yang dijelaskan oleh Jean-Jacques Rousseau dan John Locke. Dalam kerangka ini, mahasiswa seharusnya berperan sebagai agen perubahan sosial, dengan tanggung jawab moral memperjuangkan kepentingan kolektif mahasiswa dan mengembangkan keterampilan kritis demi membangun masyarakat yang adil dan demokratis. Maka, regenerasi yang sehat dalam BEM merupakan elemen krusial dari tanggung jawab sosial mahasiswa, bukan sekadar kebutuhan administrasi belaka .

Mandeknya regenerasi ini memperlihatkan absennya mahasiswa sebagai konstituen utama, yang kini termarjinalkan oleh kepentingan eksternal. Teori birokrasi Max Weber menjelaskan bahwa organisasi yang terseret dalam konflik kepentingan sering kali mengalami stagnasi, karena tujuan asli organisasi dikaburkan oleh motif-motif luar yang tidak selaras dengan visi utamanya. Dalam kasus ini, BEM UNPAS tak lagi menjalankan perannya sebagai wadah pengembangan kapasitas kepemimpinan dan advokasi mahasiswa, sehingga fungsi kontrol dan advokasi yang melekat pada organisasi tersebut mengalami degradasi.

Etika dan Integritas dalam Kepemimpinan Mahasiswa: Isu Filosofis dan Praktis 

Dari sudut pandang etika, situasi ini memunculkan pertanyaan tentang integritas dan otonomi organisasi mahasiswa. Menurut pemikiran filsuf politik Hannah Arendt, kelompok pemuda dalam masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk mempertanyakan sistem yang ada. Namun, dengan adanya infiltrasi kepentingan politik, BEM terjebak dalam jaringan patronase yang justru menggerus etos independensinya sebagai wadah aspirasi mahasiswa. Tanpa adanya integritas ini, BEM kehilangan otoritas moral untuk menyuarakan aspirasi mahasiswa dengan murni, yang pada akhirnya merusak kredibilitasnya sebagai lembaga independen.

Nilai Lokal dalam Kepemimpinan BEM: Prinsip Nyunda, Nyantri, dan Nyakola 

Dalam upaya mengembalikan jati diri BEM UNPAS, penerapan prinsip "nyunda," "nyantri," dan "nyakola" dapat menjadi dasar yang kokoh. Prinsip nyunda menitikberatkan pada empati dan dialog terbuka dalam merespons aspirasi mahasiswa, tanpa campur tangan pihak luar. Sementara itu, nyantri mendorong integritas dan komitmen moral yang tinggi, sehingga pemimpin BEM diharapkan mampu mengedepankan etika yang jujur dan berperilaku melayani. Sedangkan nyakola mengembangkan kapasitas intelektual mahasiswa melalui penguatan literasi politik dan manajemen konflik, yang akan menciptakan kader yang kritis dan berwawasan luas.

Dengan mengintegrasikan ketiga prinsip ini, regenerasi dalam BEM UNPAS akan menghasilkan pemimpin yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga berakar pada nilai-nilai budaya yang mendalam dan memiliki independensi yang kuat dalam memperjuangkan aspirasi kolektif mahasiswa.

Penutup: Meneguhkan BEM sebagai Agen Perubahan Mahasiswa 

Kegagalan regenerasi di BEM UNPAS bukan sekadar masalah struktural, tetapi juga menunjukkan krisis filosofi yang mendalam di dalam organisasi tersebut. Untuk mengatasi hal ini, BEM UNPAS perlu kembali pada nilai dasarnya sebagai ruang aktualisasi diri bagi mahasiswa, dengan mengedepankan prinsip integritas, demokrasi deliberatif, dan kepemimpinan transformasional. Dengan demikian, BEM dapat kembali menjadi penggerak perubahan di kampus, yang tidak hanya menjalankan administrasi organisasi, tetapi juga mendidik mahasiswa dalam berpartisipasi aktif dan kritis demi perubahan sosial yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline