BANYAK umat Islam yang tidak mengerjakan aqiqah sewaktu kecilnya sebab keterbatasan biaya. Maka dari itu, tak tidak banyak dari masyarakat anda yang memiliki keunggulan harta sesudah dewasanya berinisiatif guna menyembelih aqiqah guna dirinya sendiri. Namun bagaimanakah Islam memandang hal yang satu ini?
Setidaknya terdapat dua pendapat dalam urusan ini, di mana semua ulama, yang levelnya telah sampai ke tingkat mujtahid betulan, masih bertolak belakang pendapat. Kalau anda buka buku fiqih, maka anda akan menemukan rincian perbedaan pendapat itu.
Siapa ulama yang membolehkan aqiqah pada diri sendiri?
Ar-Rafi’i, ulama dari kalangan mazhab Asy-yafi’iyah mengatakan bilamana seseorang mengakhirkan dari menyembelihkan aqiqah guna anaknya sampai anaknya sudah baligh, maka sudah gugurlah kesunnahan dari ibadah itu.
Namun bila anak tersebut sendiri yang bercita-cita untuk mengerjakan penyembelihan aqiqah untuk dirinya sendiri, tidak mengapa.
Muhammad ibn Sirin berkata, “Seandainya saya tahu bahwa saya belum disembelihkan aqiqah, maka saya bakal melakukannya sendiri.”
Al-Qaffal, salah seorang dari fuqaha mazhab Asy-Syafi’iyah pun memilih urusan yang sama. Silahkan rujuk buku Syarah Al-Asqalani li Shahih Al-Bukhari jilid 9 halaman 594-595.
‘Atha’ dan Al-Hasan berbicara bahwa seseorang tidak kenapa bila mengerjakan penyembelihan aqiqah guna dirinya sendiri, karena dirinya menjadi garansi (rahn).
bagaimana ulama yang mengatakan seseorang tidak perlu mengaqiqahi dirinya sendiri?
Ketika Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai masalah ini, yakni bolehkah seseorang mengerjakan penyembelihan aqiqah guna dirinya sendiri, lantaran dahulu orang tuanya tidak mengerjakan untuknya, beliau membalas bahwa tidak perlu dilaksanakan hal itu.
Alasannya, sebab syariat aqiqah tersebut berada di pundak orang tuanya, bukan sedang di pundak si anak.