Lihat ke Halaman Asli

Ridho Antaber

Spearfisher, Furniture Assembler

Buah Simalakama di Suaka Margasatwa Rimbang Baling

Diperbarui: 3 Februari 2022   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto petani karet di Kampar Kiri Hulu (dok. kacamata Gober)

Hidup di kecamatan Kampar Kiri Hulu bagaikan mendapat buah simalakama, jika dimakan mati bapak, kalau tak dimakan mati emak. Masyarakat dihadapkan pada pilihan yang serba malang dalam memilih pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya meskipun mereka berada dalam salah satu provinsi terkaya di Indonesia.

Hampir seluruh masyarakat di kecamatan ini bermata pencaharian utama sebagai petani karet. mereka kesulitan menopang perekonomian keluarga disebabkan harga karet yang anjlok sejak akhir tahun 2012 lalu. Hasil dari penjualan karet tidak lagi bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

Maka untuk menyelamatkan perekonomian keluarga, tidak sedikit keluarga yang memutuskan pindah dari desa untuk mencari pekerjaan ke daerah lain seperti ke kabupaten Kuantan Singingi, kecamatan Kampar Kiri atau ke ibu kota Pekanbaru.

Ketika bekerja sebagai petani karet di desa tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga, malah hutang di induk semang yang semakin bertambah, maka pada tahun 2014 ayah memutuskan pindah ke Lipatkain. Saya rasa keluarga yang lain juga beralasan hampir sama dengan ayah saya ketika mereka memutuskan pindah meninggalkan desa. 

Jadi, kalau sekarang kita pulang kampung kemudian jalan mengelilingi desa, maka di sana akan banyak kita temukan rumah kosong yang ditinggal oleh pemiliknya. Kemudian bagaimana dengan masyarakat yang tetap bertahan tinggal di kampung ? merekalah yang mendapat buah simalakama.

Mereka yang bertahan di kampung tetap bekerja sebagai petani karet dengan pendapatan ala kadarnya atau mencoba pekerjaan alternatif lain seperti mencari buah-buahan hutan (seperti idan, tampui, tughiang dan jernang) ataupun hasil hutan lainnya seperti bigar bambu. namun sayangnya hasil hutan seperti ini terbatas karena hanya bersifat musiman, sehingga tak bisa dijadikan tumpuan perekonomian. 

Kemudian jalan lainnya untuk menopang keuangan keluarga adalah dengan mengambil dan memanfaatkan pokok pohon-pohon layak olah yang ada di dalam kebun karet mereka ataupun hingga ke tengah hutan lebat. 

Namun pekerjaan ini dilabeli sebagai perbuatan yang melanggar hukum, melanggar undang-undang negara sebab perbuatan yang demikian akan merusak lingkungan dan mengganggu kelangsungan hidup hewan serimba raya. Apalagi wilayah kecamatan Kampar Kiri Hulu termasuk dalam kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling yang dikenal sebagai kawasan konservasi harimau sumatera dan beberapa hewan dilindungi lainnya.

Hasil panen karet tidak mencukupi, cari buahan hasil hutan terbatas karena bersifat musiman, menebang pohon berisiko menjadi tahanan, sementara di rumah ada keluarga yang harus dinafkahi saban hari, tak hanya nafkah makan, juga nafkah pendidikan bagi anak-anak. inilah simalakamanya.

Ketika pulang kampung sewaktu hari raya Idul Fitri, saya sempat mendengar ucapan bapak-bapak di sebuah warung "jankan kayu di imbo, kondiak nan haram buliah dimakan demi mampatahan iduik de. Kasagh-kasagh cakap, pemerintah condo lobiah paduli ka binatang podo ka awak" (jangankan kayu di hutan, babi yang haram boleh dimakan demi mempertahankan kelangsungan hidup. Kasar-kasar cakap, pemerintah seperti lebih peduli  ke hewan daripada ke manusia).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline