Lihat ke Halaman Asli

Ridho AdityaNugroho

Mahasiswa UIN WALISONGO

Pandemi Persepakbolaan Indonesia

Diperbarui: 25 Mei 2021   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepak bola adalah salah satu cabang olahraga terbesar dan terbanyak penggemarnya di seluruh dunia. Cabang olahraga ini hampir seluruh lapisan masyarakat mulai dari remaja, anak-anak, hingga orang tua, bahkan wanita memainkannya. Hal ini bisa menyatukan lapisan masyarakat kelas atas dan bawah. Di Indonesia sendiri sepak bola menjadi tontonan wajib bagi seluruh lapisan masyarakat.

Di sepak bola terdapat beberapa komponen penting yang menjalankan nya seperti, Klub sepakbola, pemain, staff pelatih, akademi, penggemar, dan komponen-komponen penting lain. 

Di zaman sekarang, klub sepak bola adalah lading bisnis bagi konglomerat yang mempunyai kekayaan untuk diinvestasikan di klub sepak bola. Klub sepak bola rata-rata dikelola secara professional masalah manajemen, kepelatihan, pencarian pemain, sarana dan prasarana latihan dan pertandingan, sehingga untuk menjadi pengurus atau pemain harus mempunyai pengalaman dan pengetahuan sesuai keahliannya dan bersifat professional.

Dari sejarah persepakbolaan Indonesia, system sepakbola untuk Liga sudah terbentuk sejak 1994 sejak adanya merger antara Perserikatan (Amatir) dan Galatama (Semi-profesional) dimana liganya dibagi menjadi 3, yaitu: Liga 1 (18 klub), Liga 2 (24 klub), dan Liga 3 (Tidak ada batasan). Dari tahun 1994-2005, berlaku 8 besar bagi 4 tim yang memuncaki klasemen divisi barat dan divisi timur liga, akan bertanding di GBK untuk perebutan Juara liga. Mulai tahun 2005, berubah menjadi satu liga dengan sistem penuh hingga sekarang. Tetapi untuk sponsor belum merata di sekuruh klub, hanya klub klub besar yang bertahan lama dengan sponsornya sedangkan untuk klub klub yang baru tau belum mempunyai pengalaman bertanding di liga Indonesia sulit berkembang jika tidak memiliki pemain pemian bintang.

Di kala pandemi covid-19 ini, federasi sepakbola Indonesia (PSSI) dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) berencana Liga 1 2021 digelar tanpa degradasi. Sebagai salah satu pemain professional dan kapten klub Persib bandung, Supardi Nasir menjawab "Sebenarnya saya belum mau komentar tetapi secara pribadi, saya tidak setuju kalau tidak ada degradasi karena itu bagian dari kompetisi tentu harus ada tim yang degradasi," jela Supardi Nasir saat dihubungi awak media, Senin (17/5/2021). 

Supardi menyebut apapun kondisi finansial tim saat ini tidak elok jika Liga 1 tanpa ada degradasi. Menurut pengamat sepak bola nasional, Mohamad Kusnaeni, ada tiga kerugian dari kompetisi tanpa degradasi, yakni liga jadi tidak ideal, tidak menarik dan membuka potensi pengaturan skor, utamanya pada akhir musim. katanya, "Kekhawatiran adanya pengaturan [skor] wajar, tetapi bukan satu-satunya alasan. Saat ada degradasi pun pengaturan terbukti pernah terjadi. Namun memang, ini memberi peluang terjadinya pengaturan. Itu harus diakui".

Kondisi Pesepak bolaan di kala pandemi ini memang sangat merugikan bagi klub-klub kecil. Bagi klub besar pun juga berdampak bagi keuangan klub, maka dari itu Federasi harus cepat mengambil keputusan untuk melanjutkan Liga tau klub akan bangkrut. Klub yang tidak bisa bertahan dalam permasalahan keuangan karena tidak ada pemasukkan sama sekali, akan berdampak pada kecewanya hati para penggemar sepakbola di daerahnya dan juga pengamat sepakbola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline