Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Diva

Diperbarui: 12 Juni 2023   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Namaku Diva, Diva Kurnia Dwi Cahyani. Aku tinggal di Kota Surabaya, Jawa Timur. Kedua orang tuaku meninggal lima tahun yang lalu. Mereka meninggal dalam kecelakaan Pesawat salah satu maskapai penerbangan. Sekarang aku hidup sendiri. Aku bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang bergerak dibidang garmen di kota ini. Aku bekerja dari pagi hingga pukul empat sore. Setiap hari aku menjalaninya selama empat tahun terakhir.

      Letih rasanya. Aku ingin mencari pekerjaan lain. Pekerjaan yang tidak membuat aku merasa terikat dan tertekan. Saat ini semua tugasku harus selesai sesuai deadline. Kadang aku juga ingin liburan sebagaimana karyawan-karyawan yang lain. Namun itu tidak pernah aku rasakan.

    Aku bekerja seperti mesin yang tidak pernah berhenti, bukan hanya di kantor, di apartemen tempat tinggalkupun, aku masih dijejali oleh pekerjaan kantorku. Sebentar-sebentar bos menelponku untuk menyelesaikan pekerjaan kantor yang baru. Ingin rasanya aku menolak pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepadaku. Aku berpikir tampaknya ada manajemen yang salah di kantor, mengapa semua pekerjaan sepertinya dibebankan kepadaku.

      Pagi ini aku terbangun kelelahan. Aku tidak tahu pukul berapa Aku tertidur tadi malam, yang jelas aku menyelesaikan semua laporan yang diminta Bos, laporan itu harus selesai malam tadi dan harus segera dikirim.

      Tatapan mataku tertuju kepada jam dinding yang ada di kamarku. Ternyata sudah pukul 07.45. Divaaa!! kamu Terlambaat!!, teriakku, Aku bergegas menuju kamar mandi, berkemas, dan segera berangkat ke kantor.

***

     Dengan Langkah sedikit cepat, aku menuju ruangan ku, Orang-orang menatapku aneh. Yeni teman dekatku juga hanya melongok melihatku. Mengapa terlihat sedikit berbeda, gumamku. Ya, mungkin karena aku terlambat, tapi mengapa mereka menghukumi aku seperti ini, padahal baru terlambat sekali, pikirku.

      Tiiiit, bunyi bel panggilan dari Ruangan bos. "Bu Diva Tolong Ke Ruangan" Kata Bos. Aku segera menuju ruangan Bos. Pikiranku langsung menuju kepekerjaanku tadi malam, mungkin banyak yang tidak sesuai, atau karena aku terlambat datang ke kantor pagi ini.

      "Bu Diva", kata Bos memulai pembicaraan, "Ya Pak", Aku menyahut sambil tertunduk. Kakiku mulai bergetar aku takut Bos marah padaku. Siapa yang tidak mengenal Pak Bimantoro, orang terkaya di kota ini, dan dia juga salah satu dari 50 orang terkaya di Indonesia persi Majalah Forbes, memiliki banyak perusahaan, sahamnya dimana-mana, orangnya tegas, sudah banyak karyawan yang tak disiplin dipecatnya. 

     Suasananya begitu menegangkan, lidahku kelu tapi aku harus mendahului pembicaraan sebelum Pak Bimantoro melanjutkan perkataannya, kupaksa mengeluarkan apa yang ada dalam benakku. "Pak, Diva minta maaf, laporan yang Diva buat, mungkin banyak yang tidak sesuai, Diva Akan perbaiki, dan pagi ini Diva terlambat, ini kesalahan Diva Pak, mohon dimaafkan." Aku berbicara dengan cepat. Aku takut nasipku sama seperti Sindi. Sekertaris sebelumnya yang dipecat karena salah membuat laporan dan merugikan perusahaan. 

Tatapan mata Pak Bimantoro begitu tajam, akupun menunduk, "Bu Diva, kamu harus keluar dari kantor ini" Tegasnya. Badanku mulai menggigil, keringat dingin terasa menyeruak di sekujur tubuhku. Tak sadar air mataku mengalir. Pupus sudah harapanku, akankah aku mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik dari pekerjaanku sekarang, walaupun aku kadang mengeluh namun aku cinta pekerjaanku, aku mencoba memelas "Apa Diva tidak bisa bekerja lagi pak, Diva akan perbaiki kesalahan Diva", tandasku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline