Beberapa kali saya mengikuti interview untuk mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan, tetapi gagal. Untungnya, ada bekal motivasi dan emosi. Memperkaya motivasi dan emosi ini sangat berperan dalam menyikapi berbagai kemungkinan dalam proses pencarian kerja.
Saya tahu kita tidak akan mungkin mendapatkan pekerjaan yang sempurna. Dulu, sesudah wisuda, saya pernah mencoba untuk melamar kerja di sebuah pabrik Semen di kota asal saya di Aceh. Padahal kami punya orang dalam. Nyatanya juga gagal. Padahal, semua dokumen juga lengkap.
Namun itulah, yang namanya rezeki. Mungkin karena saat itu sang rejeki belum berpihak pada saya.
Akhirnya, saya mencoba kerja di tempat lain, di Banda Aceh, ibu kota provinsi Aceh. Di sana, semua fasilitas disediakan. Makan, pondokan gratis. Transport tidak butuh. Pekerjaan hitungannya ringan. Teman-teman kerja nyaman diajak kerja sama. Tapi ya itu, gajinya tidak seberapa. Yang penting cukup untuk uang saku.
Kemudian pindah ke Jawa sesudah hampir dua tahun di Banda. Sewaktu kuliah pun, saya sempat sambil kerja, bikin dan jualan kue Bolu. Untungnya lumayan juga, bisa untuk nambah uang saku, tidak perlu minta ortu. Tapi tidak berjalan lama, karena waktu tersita untuk kegiatan kuliah, teori dan praktik serta aktivitas organisasi.
Di Jawa, boleh dibilang magang. Kalau ada rezeki dapat duit sekadar pengisi dompet. Sempat interview ke Belanda, Jerman, dan Saudi Arabia.
Tiga kali itu pula saya gagal. Sekali lagi, karena bekal intelegensi emosi, sehingga tidak sampai saki hati. Pernah mencoba pula ikut seleksi masuk RS Provinsi Jawa Timur, juga gagal.
Kalau dihitung, saya pernah mengikuti 5 kali interview yang kelasnya "besar" namun gagal, bahasa halusnya "tertunda".
Bagaimana menyikapinya? Saya punya 5 formula.
Pertama, yakinkan diri bahwa kita sudah berusaha maksimal untuk mengikuti setiap proses seleksi kerja. Pelajari dengan seksama syarat-syarat yang diminta. Identifikasi dokumen yang kita miliki.