Saya termasuk salah satu orang yang 'termakan' isu tentang 'misteri' kematian Ibu Tien Soeharto. The First Lady of Indonesia, istri Presiden kita, Soeharto.
Seperti biasa di masyarakat kita, paling pinter menggoreng berita. Kalau bisa ditambah, mengapa harus dikurangi? Kematian Ibu Tien merupakan salah satu contohnya. Yang paling santer terdengar adalah, kematiannya yang diduga 'misterius'.
Anggapan ini nempel begitu saja dalam fikiran saya, hingga kemarin saya sempat membaca artikel menarik tentang Mbak Tutut puteri sulung keluarga Cendana yang membuka tabir sesudah 24 tahun tidak berbicara.
Artikel yang bertajuk "24 Tahun Berlalu, Tutut Soeharto Ceritakan Fakta di Balik Wafatnya Ibu Tien", diterbitkan oleh Harian Pikiran Rakyat, hampir lima bulan lalu, sangat membantu melurukan berita negative terkait Ibu Negara kita. Tepatnya tanggal 30 April 2020.
Hidup Ini Saling Pandang
Hidup ini di satu sisi penuh kesempurnaan. Apa yang kita inginkan, pada dasarnya semua ada dalam kahidupan.
Tergantung kita serius ingin meraihnya atau tidak. Masalahnya, manusia memang serakah. Punya satu, ingin dua. Punya dua, ingin tiga, dan seterusnya.
Oleh karena keserakahan ini, rumput tetangga, nampak lebih hijau dari pada rumput di rumah sendiri.
Barangkali itulah yang membuat rakyat kecil merasa bahwa jadi orang besar dan terkenal, seperti Pak Soeharto mantan Presiden kita kedua dan keluarganya, yang kaya raya, tidak kurang suatu apapun.
Sementara orang kaya dan terkenal menganggap, lebih enak jadi orang kecil. Jadi orang besar dan terkenal tidak pernah merasa bebas dan nyaman. Mungkin uang ada dalam jumlah banyak karena bisa membeli apa saja. Kenyataannya, uang tersebut tidak pernah sanggup membeli kebebasan mereka.
Ke mana-mana, mereka kalau perlu harus ditemani oleh ajudan, Bodyguard, atau pembantu pribadi lainnya. Itu belum cukup.