Lihat ke Halaman Asli

Ridha Afzal

TERVERIFIKASI

Occupational Health Nurse

Kebohongan Kronis Politisi yang Tetap "Dinikmati" Rakyat

Diperbarui: 1 September 2020   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Theconversation.com

Kesalahan Terstruktur

Kalau mau berani terus terang, tidak ada politisi yang 'jujur'. Semua politisi punya kepentingan di balik setiap agenda dan alasan mengapa gabung dengan partai politik. Meski pada mulanya berniat 'membangun' negeri dalam kampanyenya, paling tidak harus punya modal yang tidak kecil. Artinya, niat baik saja, tidak cukup.

Saya dengar dari bisik-bisik senior yang 'magang' di gedung dewan sana, kalau mau jadi politisi, harus mengantongi dana minimal Rp 500 juta, agar bisa 'mulus' perjalanannya. Itupun belum tentu lolos. Dengan kata lain, partai yang diusung belum tentu bisa jadi partai penguasa.

Jika ini yang terjadi, impian untuk menjadi anggota dewan papan atas, pupus. Padahal, uang sudah sudah terlanjur digelontorkan dalam jumlah besar. Kalau gagal, bagaimana semua modal tadi bisa balik ke rekeningnya?  

Agenda politisi, baik senior maupun pendatang baru, sama saja. Mereka memiliki agenda terstruktur. Agenda yang biasa bagi mereka, siap dana besar, suap-menyuap dan saling serang dengan suara sumbang.

Kalau ada yang bilang bahwa jadi anggota dewan itu tidak butuh modal, bohong. Politisi bohong jika terjun ke politik itu tidak butuh uang.

Anehnya, rakyat kecil ini, banyak yang percaya begitu saja atas kebohongan ini. Itulah yang membuat agenda politisi bisa mulus, karena mampu membangun persepsi (perception building) lewat 'kebohongan'.

Tradisi Suap

Pemilu masih jauh. Masih empat tahun lagi. Namun kini, aromanya sudah mulai tercium. Tidak lain karena sudah bagian dari tradisi. Jauh sebelum Pemilu, harus siap-siap dana untuk kampanye. Minimal buat beli banner, uang makan dan transport untuk Tim Kampanye serta biaya publikasi di media. Kasarnya, main suap. Halusnya, uang administrasi atau uang lelah.

Adalah bohong belaka jika harus masuk media, lantas gratisan. Mana ada wartawan yang mau? Ada rekan saya yang melepas kerjanya sebagai wartawan, begitu mengetahui bahwa dunianya banyak yang 'abu-abu' perolehan penghasilannya. Dia bilang, kalau ingin sejahtera dan dapat penghasilan sampingan, wartawa harus pintar main 'kata-kata dalam berita' dengan politisi ini.

Jadi, bohong kalau saat menggalang suara di awal, sebelum kampanye, politisi itu jujur tanpa modal yang dikeluarkan, sebagai biaya operasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline