Kebinet Indonesia Maju periode ini merupakan masa terberat sesudah Krisis Moneter 1998 dulu. Bayangkan, yang kerja saja mengeluh kesulitan masalah ekonomi. Apalagi yang tidak kerja, pengangguran dan di-PHK mencapai 12 juta orang, butuh solusi finansial.
Mereka yang kerja di sektor swasta, tidak sedikit yang hanya terima 50% gajinya, karena kerjanya tidak penuh selama wabah Covid-19. Mencari kerja sambilan juga tidak mudah. Mobilitas kerja terbatasnya.
Kebijakan jaga jarak, membuat masyarakat jarang keluar rumah, 50% aktivitas produktivitas yang terserap, otomatis semua ini berpengaruh terhadap roda perekonomian baik individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Untuk ngurus diri sendiri saja puyeng, apalagi ngurus ekonomi negeri kayak Ibu Sri Mulyani.
Rencana Anggaran Sebelum Pemilu
Jadi Menteri Keuangan tidak mudah. Kita rakyat kecil bisanya hanya komentar atau protes. Kalau ada duit sih tidak masalah. Menkeu bisa ambil sana, ambil sini, kirim sana, kirim sini.
Persoalannya, di tengah Pandemi Covid, di mana negera perekonomiannya minus 5.32% ini, duit dari mana jika setiap saat harus memberikan subsidi?
Bayangkan, saat ini, mulai dari asuransi kematian karena Covid-19, Alat Pelindung Diri, hingga membeli Pulsa internet untuk anak-anak sekolah, semua butuh dana. Belum lagi tunjangan THR, pension dan gaji ke-13. "Ah, pusing deh!" Barangkali begitu keluh Menkeu.
Namun itulah risiko jadi orang besar. Kalau gak sanggup ya tinggal meletakkan jabatan, biar digantikan oleh orang lain. Simple. Karena yang ngasih gaji, toh juga rakyat.
Makanya, kalau saat kampanye dulu janji ini, janji itu, kemudian ternyata tak terealisasi, bisa dimaklumi. Bagaimanapun, kondisi yang seperti ini tidak pernah diprediksi. Suasana yang dialami sebelum Pemilu, jauh beda dengan saat wabah Covid-19. Terlebih, setelah berjalan masuk semester kedua.
Negara Mulai Kewalahan