Lihat ke Halaman Asli

Ridha Afzal

TERVERIFIKASI

Occupational Health Nurse

Jalani dan Syukuri

Diperbarui: 2 Agustus 2020   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: erabu.net

Tidak bisa bayangkan jika hal itu terjadi pada diri saya. Tangan kanannya tidak ada. Tangan kirinya tersisa tiga jari: ibu jari, telunjuk dan jari kelingking. Duduk di depan kami bercerita. Kecelakaan itu terjadi di awal tahun 1980. Ledakan mercon. 

Namanya juga kecelakaan, tidak ada yang perlu disesali. Terlebih, itu sudah 40 tahun silam. Pak Wito saya memanggilnya.
Padahal waktu itu, beliau diterima dan tinggal masuk Sekolah Calon Bintara (Secaba). 

Otomatis buyar anganangannya. Bukan hanya karena harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, tetapi kehilangan sebagian dari anggota tubuhnya, hilag untuk selamanya. Pak Wito sudah tidak mungkin diterima bekerja sebgai TNI. Beliau didiskuaifikasi.

Sesudah peristiwa naas tersbut, sehari-harinya hidupnya dilakono sebagai petani. Dengan sebidang sawah milik orangtuanya dia garap. Ada pula pekarangan di belakang rumah. Sebelum berdiri bangunan rumah permanen yang kini ditempati, dulu rumahnya dari bahan Gedek (Bambu).

Saya sempat berfikir, apa yang bisa dikerjakannya?

Kata seorang tetangganya, Pak Wito masih bisa mencangkul, merawat Ayam Bangkok juga. Sempat ditunjukkan kandang di sebelah kiri rumahnya, sebelum kami pamit pulang tadi siang. 

Pak Wito bilang sebidang pekarangan di belakang rumah, digarapnya dengan ditanami apa saja yang bisa dikerjakan.
Rumah yang ditempati ini juga hasil jerih payah anaknya. 

Dengan kondisi fisik seperti itu, tidak mungkin beliau mampu bekerja keras. Betapapun nasibnya tidak seberuntung teman-teman sebayanya yang sudah mapan, kenyataannya Pak Wito masih hidup, sehat dan bisa menikmatinya. 

Dari situ beliau masih bersyukur. Beberapa kali saya mendengar beliau berucap 'Ahlamdulillah'.

Malangnya, istrinya yang katanya mengidap Dabetes Mellitus, sempat menengok kami yang sedang duduk di beranda depan rumah, juga tidak lepas dari musibah, mengenakan 'Kruk'. Sebuah alat bantu jalan yang berupa tongkat dengan pegangan di tengah supaya dapat digunakan sebagai pegangan. 

Beliau pakai alatnya dengan cara dijepit di kedua ketiak. Sekilas saya bisa melihat, ternyata sang istri hanya punya satu kaki, sebelah kiri. Yang sebelah kanan diamputasi tahun lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline